Bagikan:

JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif, Firli Bahuri, bakal diperiksa soal harta yang tak terdaftar di Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN), satu di antaranya unit Apartemen Essence Darmawangsa.

Pengacara Firli Bahuri, Ian Iskandar berdalih unit apartemen itu belum terdaftar karena kepemilikannya belum sepenuhnya sah.

"Kan dilaporkan LHKPN kalo aset itu milik beliau," ujar Ian kepada wartawan, Rabu, 27 Desember.

Unit apartemen itu belum sepenuhnya belum milik Firli Bahuri karena ada permasalahan pada proses jual beli. Di mana, ada hal-hal yang belum terselesaikan.

Dengan dasar itulah, Firli Bahuri diklaim belum bisa mendaftarkan unit apartemen mewah itu sebagai miliknya di LHKPN.

"Aset yang dilaporkan itukan terkendala oleh persyaratan undang-undang. Jadi misalnya, ada aset yang belum sepenuhnya dimiliki oleh beliau, masih proses, belum sampai ke akta jual beli ya. Jadi proses pengikatan saja, jadi belum sepenuhnya milik beliau jadi tidak dilaporkan," kata Ian.

Adapun, penyidik sebelumnya sempat menggeledah Apartemen Essence Darmawangsa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa, 5 Desember. Apartemen itu diduga milik Firli Bahuri tapi tak terdaftar pada LHKPN.

Firli Bahuri sedianya diperiksa di Bareskrim Polri hari ini. Pemeriksaan dijadwalkan berlangsung pada pukul 10.00 WIB.

Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak menyebut pada pemeriksaan nanti, penyidik akan mendalami soal harta kekayaan dari Ketua KPK nonaktif tersebut berserta keluarganya.

"Tujuan pemeriksaan atau permintaan keterangan tambahan yang akan dilakukan terhadap tersangka FB adalah untuk meminta keterangan tentang seluruh harta bendanya, serta harta benda istri, anak, dan keluarga," ujar Ade.

Pendalaman soal harta kekayaan Firli Bahuri dianggap penting dalam rangkaian pengusutan kasus dugaan pemerasan. Terlebih, penyidik menemukan fakta baru soal aset milik Ketua KPK nonaktif itu yang tak terdaftar dalam LHKPN.

"Penyidik memperoleh fakta baru adanya aset lain atau harta benda yang tidak dilaporkan dalam LHKPN dan belum diterangkan oleh tersangka FB dalam berita acara pemeriksaan terhadap tersangka sebelumnya," sebutnya.

Pendalaman soal harta benda itupun disebut sesuai dengan Pasal 28 UU 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal itu berisi tentang untuk kepentingan penyidikan, tersangka wajib memberi keterangan tentang seluruh harta bendanya dan harta benda istri atau suami, anak dan harta benda setiap orang atau korporasi yang diketahui dan atau yang diduga mempunyai hubungan dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan tersangka

Firli Bahuri ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan hasil gelar perkara yang dilakukan Rabu, 22 November.

Beberapa alat bukti yang menjadi dasar penetapan tersangka yakni, dokumen penukaran valas senilai Rp7,4 miliar. Kemudian, ada juga hasil ekstraksi 21 ponsel.

Namun, Firli Bahuri hingga saat ini belum dilakukan penahanan. Meski, sudah berstatus tersangka.

Dalam kasus ini, Firli Bahuri dijerat dengan Pasal 12 e atau Pasal 12 B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 65 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana.