JAKARTA - Kementerian Kehakiman Jepang berencana untuk memperkenalkan surat perintah penangkapan elektronik dan catatan interogasi, seiring dengan upaya negara tersebut berupaya untuk mempromosikan digitalisasi prosedur kriminalnya, kata pejabat kementerian awal bulan ini.
Kementerian akan mengajukan revisi KUHAP di Parlemen tahun depan berdasarkan proposal yang dibuat oleh panel penasihatnya, kata mereka, dilansir dari Kyodo News 15 Desember.
Inggris, Prancis, Amerika Serikat dan Korea Selatan termasuk di antara negara-negara yang telah mengeluarkan surat perintah penangkapan secara elektronik, menurut sebuah dokumen yang disampaikan oleh panel tersebut.
Usulan panel juga mencakup cara-cara yang memungkinkan terdakwa yang sakit atau cacat menghadiri persidangan mereka dari jarak jauh melalui tautan video.
Di Jepang, penggunaan tautan video dalam proses pengadilan dibatasi pada kasus-kasus tertentu seperti pelecehan seksual.
Lebih jauh kementerian mengatakan, investigasi dan prosedur pidana lainnya juga akan dilakukan secara online termasuk yang berkaitan dengan dakwaan dan jaminan.
Setelah terdakwa dijatuhi dakwaan, pengacara juga dapat melihat bukti yang dikumpulkan oleh penyelidik secara elektronik. Saat ini, pengacara perlu membuat salinan dokumen setelah dakwaan.
Di antara usulan lainnya, pengajuan pengaduan pidana akan tersedia secara online.
Meskipun Federasi Asosiasi Pengacara Jepang telah menyerukan agar wawancara pengacara dengan tersangka dan terdakwa dilakukan secara online, hal itu tidak termasuk dalam proposal terbaru.
BACA JUGA:
Diketahui, Pemerintah Jepang memutuskan untuk melakukan digitalisasi prosedur pidana dan investigasi pada tahun 2020. Untuk itu, Kementerian Kehakiman membentuk panel yang terdiri dari profesor universitas dan pejabat senior peradilan untuk mencapai tujuan tersebut.