Bagikan:

JAKARTA - Tim Bidang Hukum (Bidkum) Polda Metro Jaya meminta majelis hakim menolak seluruhnya permohonan praperadilan dari Firli Bahuri. Alasannya, proses penetapan tersangka terhadap Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif itu dianggap sah dan sesuai dengan perundang-undangan.

"Menyatakan menerima eksepsi dari termohon, dan menyatakan permohonan praperadilan pemohon dinyatakan tidak dapat diterima," ujar Kepala Bidang Hukum Polda Metro Jaya Kombes Putu Putera Sadana dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu, 13 Desember.

Tak hanya itu, pada pokok perkaranya, penetapan Firli sebagai tersangka di kasus dugaan suap terhadap eks Menteri Pertaniann Syahrul Yasin Limpo berdasarkan alat bukti yang cukup.

Penyidik sudah mengumpulkan 91 keterangan saksi, bukti surat atau dokumen, serta pendapat ahli.

Adapun, tim Bidkum Polda Metro Jaya memohon empat hal terkait gugatan praperadilan yang dilayangkan Firli Bahuri, antara lain:

1. Menyatakan menolak permohonan pra peradilan pemohon untuk seluruhnya

2. Menyatakan sah penetapan tersangka kepada pemohon berdasarkan surat ketetapan S.6/25/XI/S3./Ditreskrrimsus/22 November 2023 atas nama tersangka Drs. Firli Bahuri MSI

3. Menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya

4. Menghukum pemohon untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara a quo.

Sebelumnya, Firli Bahuri melalui tim penasihat hukumnya, meminta majelis hakim Imelda Herawati untuk memerintahkan Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto menerbitkan surat Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kasus dugaan korupsi yang menetapkannya sebagai tersangka.

Alasan di balik permohonan itu karena dinilai surat perintah penyidikan yang diterbitkan Karyoto tidak sah. Sebab, surat itu dikeluarkan di hari yang sama dengan penerbitan laporan polisi (LP) pada 9 Oktober.

Terlebih, hal itu dinilai pengacara Firli, tak sesuai dengan ketentuan proses penyelidikan dan penyidikan yang telah diatur secara tegas dan jelas pada Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), khususnya pada Pasal 1 angka 2 KUHAP juncto Pasal 1 angka 5 KUHAP.