CIANJUR - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cianjur, Jawa Barat, mencatat Rumah Tahan Gempa (RTG) yang dibangun untuk penyintas gempa di Cianjur tidak sesuai standar sehingga banyak yang rusak. Pengusaha yang menjadi pihak ketiga diminta bertanggungjawab melakukan perbaikan.
Bupati Cianjur Herman Suherman mengatakan, selain laporan langsung dari penyintas, pihaknya juga mendapat laporan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terkait tidak standarnya RTG yang dibangun pihak ketiga.
"Kami masih menunggu data lengkapnya dari Kementerian PUPR berapa jumlahnya, namun diperkirakan lebih dari 50 persen yang tidak standar atau layak RTG yang dibangun pihak ketiga atau secara mandiri, karena mengambil keuntungan lebih," katanya di Cianjur, dikutip dari Antara, Senin, 4 Desember.
Hasil pemeriksaan Kementerian PUPR juga juga menemukan rumah untuk penyintas gempa Cianjur itu tidak layak huni, tidak menggunakan standar tahan gempa, termasuk yang dibangun secara mandiri.
Berbagai faktor yang menyebabkan kualitas tidak sesuai standar. Misalnya, sambung Herman Suherman, pengambilan keuntungan yang terlalu besar dari pihak ketiga atau dari pemilik yang membangun kembali rumahnya secara mandiri.
"Kami minta pihak ketiga atau yang membangun mandiri segera melakukan perbaikan untuk memastikan RTG sesuai standar. Jangan sampai ketika terjadi gempa rumah yang baru dibangun kembali ambruk, meski kami tidak berharap gempa kembali mengguncang Cianjur," katanya.
Sementara penyintas gempa di Desa Cibulakan, Kecamatan Cugenang, Samin (43), yang baru menempati rumahnya kembali setelah dibangun pihak ketiga, mengatakan rumah tersebut mengalami kerusakan, terutama di bagian dinding dan atap seiring tingginya curah hujan yang turun sejak satu bulan terakhir.
"Kami belum menempati rumah yang dibangun pihak ketiga karena ingin cepat, tetap saja selesainya lama, sehingga baru mau ditempati sudah rusak di bagian dinding yang terkelupas dan atap yang bocor," kata Samin.
BACA JUGA:
Dia menjelaskan lebih dari 20 rumah yang dibangun pihak ketiga dengan kualitas buruk dan tidak sesuai standar dari Kementerian PUPR. Bahkan, kata dia, sebelum dihuni kembali sudah rusak di bagian dinding dan atap bangunan dari baja ringan terbang terbawa angin.
"Kami minta pihak ketiga atau biasa disebut aplikator untuk bertanggungjawab, karena ditakutkan gempa kembali terjadi, rumah yang kami huni tiba-tiba ambruk karena konstruksinya tidak standar tahan gempa," katanya.