JAKARTA - Pernyataan mantan Ketua KPK Agus Rahardjo terkait Presiden Jokowi intervensi KPK di kasus korupsi e-KTP yang menjerat eks Ketua Umum Golkar Setya Novanto (Setnov) dinilai tendensius dan rentan terjerat pasal UU ITE.
Direktur Eksekutif Indonesia Law and Democracy Studies (ILDES), Juhaidy Rizaldy menyebutkan ungkapan itu dikhawatirkan memicu kegaduhan mengingat Indonesia saat ini sudah memasuki tahun politik.
"Pernyataan itu harus dikonfirmasi ke lingkungan Istana, karena pak Agus sebut Presiden bukan sebagai Jokowi pribadi, melekat marwah kelembagaan di situ, jadi harus dikonfirmasi secara jelas," katanya dalam keterangan tertulis, Sabtu 2 Desember.
Juhaidy mengatakan, intervensi presiden sangat tidak mungkin dilakukan, karena kedudukan KPK saat itu adalah lembaga independen yang tidak masuk dalam rumpun kekuasaan eksekutif. Dia juga menyayangkan sebab Agus tidak memberi penjelasan komprehensif seputar status lembaga anti rasuah tersebut.
Di sisi lain, Juhaidy heran kenapa Agus baru membongkar informasi tersebut saat Pilpres 2024 tersisa beberapa bulan lagi.
"Pak Agus ini mantan Ketua KPK, pejabat yang sangat disegani pada saat itu, kenapa baru sekarang dan di tahun politik juga diungkapkan soal hal itu, publik bertanya-tanya. Apakah itu benar atau tidak. Kalau tidak benar, pak Agus harus mempertanggungjawabkan secara hukum, ya mungkin bisa berita bohong dalam UU ITE," ungkap dia.
BACA JUGA:
Dampak lain akibat pernyataan Agus adalah spekulasi soal perubahan Undang-Undang KPK, yang dianggap lahir karena ketidakmampuan presiden menghentikan perkara korupsi. Menurut Juhaidy, narasinya semakin liar karena hasil revisi memungkinkan KPK mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dan kini kedudukannya berada di bawah kekuasaan eksekutif.
"Jadi ada berbagai peristiwa yang diduga dihubung-hubungkan satu dengan yang lain. Dan hal ini berbahaya bagi citra presiden sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara," ucap Juhaidy.
Menanggapi hal ini, dosen hukum Universitas Trisakti Radian Syam mengingatkan supaya masyarakat lebih selektif dalam memilah informasi dan jangan mudah percaya dengan informasi yang beredar tanpa verifikasi. Memasuki masa kampanye, kata dia, semua pihak dinilai memiliki andil demi mewujudkan Pemilu 2024 yang jujur, adil dan berkualitas.
“Sayapun yakin rakyat sudah dewasa dan cerdas, tahu mana berita atau isu yang hoaks atau menghasut dan mana berita yang membangun. Harusnya semua pihak menjaga ucapannya dan integritasnya dengan menjaga setiap keilmuannya agar Pemilu 2024 menjadi Pemilu yang damai,” ujarnya.
“Pemilu bukan ajang menghasut namun pemilu media dalam membangun bangsa,” sambung Radian.