Bagikan:

BOGOR - Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto mempersilakan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat mulai menentukan usulan nama penjabat (Pj) wali kota untuk menggantikannya sesuai arahan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Bima Arya Sugiarto menjadi salah satu penggugat Undang-Undang Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK) soal tafsir masa jabatan lima tahun yang diemban kepala daerah periode 2019-2024 menjadi berkurang jika digantikan penjabat (Pj) pada Desember 2023.

Bima Arya mengatakan meskipun belum ada putusan MK dirinya mendorong DPRD menjalankan tugasnya untuk mempersiapkan nama-nama calon penggantinya.

"Oh iya, itu hasil kesepakatan kami ya, hasil komunikasi dengan pak Mendagri, pak Sekjen, pak gubernur semua. Proses kan harus berjalan. Kan ini kita tidak tahu putusan seperti apa (gugatan ke MK)," ujar Bima. dilansir ANTARA, Kamis, 30 November.

Menurut Bima, demi mempertimbangkan pemerintahan yang harus tetap berjalan, maka proses penjabat wali kota perlu dijalankan, sebab keputusan MK belum tahu kapan waktunya.

"Karena itu saya, mendorong pak ketua untuk memproses nama-nama usulan penjabat wali kota, karena harus, kalau tidak kan nanti MK memutuskannya kapan dan seperti apa, kan tidak ada yang bisa mengintervensi," katanya.

Menurut Bima, mengenai keberlangsungan program pembangunan kota yang masih masuk dalam rumusan di masa jabatannya perlu terus berjalan, baik oleh Pj wali kota maupun masih oleh dirinya hingga April 2024.

Sebelumnya, Bima yang hadiri dalam sidang perdana dengan agenda pemeriksaan pendahuluan dipimpin Hakim Konstitusi Suhartoyo, Rabu (15/11), menilai yang diatur di UU Pilkada 2016 pasal 201 itu lebih kepada waktu pemilihan, tidak menjelaskan masa jabatan.

Bima Arya mengutarakan, ia dan wakilnya Dedie Abdul Rachim bersama kepala daerah lain Pilkada 2018, dan baru dilantik 2019 yang merupakan masa jabatan awal mereka, sehingga ia melihat ada kekosongan norma dalam penempatan penjabat (PJ) pada akhir 2023 sementara masa jabatan mereka belum berakhir genap lima tahun.

Selain Bima Arya, pemohon lain dalam perkara ini antara lain Murad Ismail (Gubernur Maluku), Emil Elestianto Dardak (Wakil Gubernur Jawa Timur), Dedie A. Rachim (Wakil Wali Kota Bogor), Marten A. Taha (Wali Kota Gorontalo), Hendri Septa (Wali Kota Padang), dan Khairul (Wali Kota Tarakan).

Para pemohon tersebut mempersoalkan norma Pasal 201 ayat (5) UU Pilkada yang berbunyi "Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota hasil Pemilihan tahun 2018 menjabat sampai dengan tahun 2023".

"Saya enggak mau berandai-andai, sudahlah menunggu aja, sepenuhnya menyerahkan sepenuhnya kepada pak ketua dan teman-teman dewan untuk mempertimbangkan nama-nama siapa yang diusulkan ya," kata Bima.