Bagikan:

JAKARTA - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih mengusut dugaan pelanggaran etik Ketua KPK nonaktif Firli Bahuri. Mereka masih meminta keterangan termasuk dari pengusaha hiburan malam, Alex Tirta namun dia tak hadir.

Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris bilang Alex harusnya dipanggil pada hari ini, Senin, 27 November. Hanya saja, ia berhalangan sehingga tak bisa dimintai keterangan terkait dugaan pertemuan Firli dengan eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo.

“Mestinya pagi tadi (Alex Tirta dimintai keterangan Dewas KPK, red) tapi dia minta jadwal ulang karena masih di luar kita,” kata Syamsuddin kepada wartawan dalam keterangan tertulisnya, Senin, 27 November.

Haris mengatakan Alex memang bakal dipanggil lagi karena keterangannya dibutuhkan Dewas KPK. Tapi, ia tak memerinci waktu pastinya.

“(Pemanggilan selanjutnya, red) belum tahu,” tegasnya.

Sebagai pengingat, Alex Tirta terseret dalam dugaan pertemuan Firli dengan Syahrul karena dia diduga menyewa rumah di Jalan Kertanegara Nomor 46, Jakarta. Belakangan, rumah ini digeledah Polda Metro Jaya yang mengusut dugaan pemerasan atau penerimaan gratifikasi.

Polisi kemudian mengungkap rumah disewa Firli dari Alex dengan harga Rp600 juta. Di sana, diduga pernah terjadi pertemuan antara Firli dan Syahrul yang berujung pada dugaan pemerasan.

Diberitakan sebelumnya, Firli dan Syahrul diduga bertemu di tengah pengusutan dugaan korupsi di Kementan setelah foto keduanya beredar. Belakangan, Komite Mahasiswa Peduli Hukum mengadu ke Dewan Pengawas KPK.

Adapun dalam kasus ini, Syahrul sudah ditahan terkait dugaan korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan). Ia memeras pegawainya dengan mewajibkan membayar uang setoran setiap bulan dengan bantuan Sekjen Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat Pertanian Kementan Muhammad Hatta.

Nominalnya yang dipatok Syahrul dan harus disetorkan pegawai eselon I-II berkisar 4.000-10.000 dolar Amerika Serikat.

Uang yang dikumpulkan diyakini bukan hanya berasal realisasi anggaran Kementan digelembungkan atau mark-up melainkan dari vendor yang mengerjakan proyek. Pemberian uang dilakukan secara tunai, transfer maupun barang.

KPK kemudian menduga uang yang diterima Syahrul digunakan untuk berbagai kepentingan pribadinya. Mulai dari umrah bersama pegawai Kementan lainnya, membeli mobil, memperbaiki rumah hingga mengalir ke Partai NasDem dengan nilai hingga miliaran rupiah.