JAKARTA – Gibran Rakabuming Raka telah ditetapkan sebagai calon wakil presiden (cawapres) oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Tapi, hal itu dinilai tidak akan menghalangi pihak-pihak tertentu untuk menggagalkan pencalonan Gibran.
Menurut pengamat politik UNS Surakarta, Agus Riewanto, laporan dugaan pelanggaran pemilu oleh KPU ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dan wacana penggunaan hak angket DPR pascaputusan MK termasuk cara untuk menggagalkan Gibran ikut Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
“Ini upaya para pihak yang mencari pintu untuk menggolkan keinginan, agar salah satu pasangannya tidak memenuhi syarat, sehingga tidak bisa menjadi salah satu capres/cawapres. Pintunya ada banyak, salah satunya ya DKPP. Mungkin bisa juga ke bawaslu, pengadilan, MA, dan lain-lain,” ujarnya saat dihubungi, Minggu 26 November.
BACA JUGA:
Agus menilai, KPU tidak bisa disalahkan saat menetapkan Gibran sebagai cawapres. Sebab, KPU merupakan sebuah lembaga negara yang tunduk undang-undang, dan penetapan Gibran sudah sesuai dengan aturan dalam PKPU pascaputusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023.
Dia menegaskan, KPU harus mengikuti putusan MK terkait norma baru yang sudah final. Sehingga, KPU menggunakan PKPU baru pascaputusan MK dalam penetapan Gibran sebagai cawapres.
“Intinya UU Pemilu pasal 169 huruf q diubah oleh MK, berarti pasal itu tidak berlaku lagi. Ada norma baru. Di sini, KPU tidak menciptakan norma, tapi menulis norma yang telah dibuat oleh MK,” terang Agus.
Meski demikian, dia tidak menampik ada permasalahan etik dan konflik kepentingan dalam putusan MK yang dibenarkan oleh putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Tapi di sisi lain, MKMK tidak pernah membatalkan hasil putusan MK terkait usia capres dan cawapres.
“MKMK tidak mengoreksi putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023 yang dianggap memuluskan Gibran, tetap dinyatakan sah. Putusan itu tidak bisa dibatalkan oleh lembaga apapun, bersifat res judicata. Tidak ada koreksinya, dan cuma bisa dikoreksi oleh MK sendiri,” tutup Agus.