Bagikan:

JAKARTA – Ketidakhadiran calon wakil presiden (cawapres) Gibran Rakabuming Raka dalam acara dialog yang digelar Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Surabaya, Jumat (24/11/2023) dinilai sebagai bentuk ketidaksiapan dengan gagasan.

Menurut pengamat politik dari Unair Surabaya, Airlangga Pribadi Kusman, ketidakhadiran Gibran juga memperlihatkan keterbatasan strategi politik gimmick yang digunakan oleh pasangan Prabowo-Gibran dalam menghadapi Pilpres 2024.

“Seperti kita ketahui bahwa pasangan tersebut menggunakan strategi kampanye politik gimmick seperti Joget Gemoy yang disebarkan dalam berbagai platform media sosial untuk memikat pemilih,” ujarnya saat dihubungi, Minggu 26 November.

Airlangga menilai, strategi kampanye Prabowo-Gibran sebetulnya memiliki fungsi manipulatif untuk mengalihkan warga terkait berbagai persoalan yang dihadapi pasangan tersebut. Antara lain dugaan pelanggaran HAM, pelanggaran etik berskala berat dalam proses Gibran sebagai cawapres di Mahkamah Konstitusi (MK), maupun kekhawatiran mobilisasi aparatur negara seperti perangkat desa demi pemenangan.

“Ketidakhadiran Gibran ini membuktikan kekalahan gagasan, dan ketidaksiapan pasangan tersebut dalam mempertanggungjawabkan gagasan seperti apa yang akan dibawa oleh pasangan tersebut dalam momen Pilpres 2024,” ungkapnya.

Airlangga mengatakan, kontestasi Pilpres 2024 membutuhkan politik adu gagasan untuk memastikan jalan masa depan Indonesia tetap berada di rel kemajuan bangsa dan negara ke depan. Tingginya dosis politik gimmick hanya akan memperdaya dan mengelabui kesadaran publik bahwa pasangan yang menggunakan strategi tersebut sebetulnya mereka tidak siap mengelola negara dengan gagasan dan praktik bernegara.