Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua KPK Johanis Tanak memastikan bakal memenuhi panggilan Polda Metro Jaya terkait dugaan pemerasan atau penerimaan gratifikasi dari eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo yang menjerat Ketua KPK Firli Bahuri.

Kepastian ini diyakini juga berlaku untuk wakil ketua lainnya, Alexander Marwata, Nurul Ghufron, dan Nawawi Pomolango.

“Kita sebagai warga negara tentunya kita taat hukum. Kalau proses hukum seperti itu kita ikuti,” kata Johanis kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Sabtu dini hari, 25 November.

Johanis menegaskan, mekanisme pengusutan dugaan korupsi yang akan dilakukan polisi bakal secara kooperatif diikuti. KPK ingin menjadi contoh yang baik bagi pihak lain yang kasusnya sedang mereka urus.

Dengan cara ini diharap kepastian hukum bisa terlaksana.

“Kemudian ada, kan ada APH lain juga akan meminta keterangan. Kita harus patuhi pun agar suatu perkara dapat diungkap dengan jelas,” tegasnya.

“Sehingga ada suatu kepastian hukum bagi aparat penegak hukum dalam hal ini, Polda Metro Jaya, dalam mengungkap suatu perkara tindak pidana korupsi,” sambung Johanis.

Diberitakan sebelumnya, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak mengatakan empat pimpinan komisi antirasuah akan dipanggil terkait kasus yang menjerat Firli Bahuri. Pemanggilan akan dilaksanakan pada pekan depan.

“Termasuk itu, kita agenda kan dalam agenda pemeriksaan minggu depan terkait pemeriksaan terhadap para pimpinan KPK RI,” kata Ade kepada wartawan, Jumat, 24 November.

Ade tak memerinci waktu pasti pemanggilan tersebut. Sementara untuk pemeriksaan terhadap Filri sebagai tersangka, belum bisa disampaikan.

Ia hanya menegaskan penyidik bakal memeriksa saksi dan ahli terlebih dulu.

"Yang jelas mulai tanggal 27 November 2023, Senin besok seluruh rangkaian tindak lanjut rangkaian penyidikan terkait permintaan keterangan keterangan baik terhadap para saksi maupun ahli sudah mulai dilakukan sampai satu minggu ke depan," ungkap Ade.

Firli Bahuri resmi ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan hasil gelar perkara yang dilakukan Rabu, 22 November.

Beberapa alat bukti yang menjadi dasar penetapan tersangka yakni, dokumen penukaran valas senilai Rp7,4 miliar. Kemudian, ada juga hasil ekstraksi 21 ponsel.

Dalam kasus dugaan pemerasaan dan penerimaan gratifikasi, Firli disangkakan dengan Pasal 12e, 12B atau Pasal 11 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 65 KUHP. Pensiunan Korps Bhayangkara ini terancam pidana penjara seumur hidup.