Kejari Bireuen Aceh Proses Restorative Justice 25 Perkara Selama 2023
Tersangka penganiayaan berpelukan dengan korban setelah keduanya berdamai di Kantor Kejari Bireuen, Aceh. ANTARA/HO-Dok Kejari Bireuen

Bagikan:

ACEH - Kejaksaan Negeri (Kejari) Bireuen, Aceh, mendamaikan 25 perkara berdasarkan keadilan restoratif atau restorative justice sepanjang tahun 2023.

Kepala Kejari Bireuen Munawal Hadi di Banda Aceh, Kamis, mengatakan dari 25 perkara tersebut sebagian besar merupakan kasus penganiayaan yang masuk tindak pidana ringan.

"Sejak Januari hingga November 2023, kami sudah mendamaikan 25 perkara. Perdamaian ini terjadi setelah, para pihak, pelaku dan korban berdamai, sehingga kasus tidak lagi diselesaikan di pengadilan," kata Munawal Hadi.

Munawal Hadi mengatakan setelah para pihak berdamai, selanjutnya jaksa penuntut umum mengajukan keadilan restoratif kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana.

"Setelah disetujui, jaksa penuntut umum mengeluarkan surat penetapan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum," ujarnya.

Munawal Hadi mengatakan kasus ke-25 atau yang terakhir didamaikan yakni penganiayaan dengan tersangka berinisial IF dan korban berinisial AW. Penganiayaan terjadi karena kesalahpahaman antara IF dengan AW dalam pertandingan sepak bola.

"Korban AW bertindak sebagai wasit dan pemain. Kejadian saat pertandingan sepak bola di lapangan Desa Lancok-lancok, Kecamatan Kuala, Kabupaten Bireuen," kata Munawal.

Ia memaparkan kronologi kejadian berawal ketika IF memprotes keputusan AW dalam pertandingan tersebut. Setelah mendengar kalimat protes, AW memberikan kartu kuning kepada AW.

Kemudian, terjadi adu mulut keduanya, sehingga AW selaku wasit kembali mengeluarkan kartu kuning dan selanjutnya memberikan kartu merah kepada IF.

Tindakan tersebut menyulut emosi IF dan langsung menandukkan ke wajah AW beberapa kali, sehingga korban terjatuh. Akibatnya, AW mengalami luka robek di lidah berdasarkan visum dokter pemeriksa Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Fauziah Bireuen.

"Tersangka IF dijerat melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP. Namun, setelah melalui proses perdamaian akhir para pihak berdamai dengan syarat tersangka membayar biaya pengobatan korban Rp15 juta," tandasnya.