BENGKULU - Polisi menetapkan dua tersangka perdagangan obat keras sediaan farmasi tanpa izin atau ilegal di Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu.
"Dua orang tersangka dalam kasus ini, yakni S (warga Desa Pauh Terenja) dan A (warga Desa Ranah Karya) diduga sebagai pengedar dan mengonsumsi obat keras jenis Samcodin," kata Wakil Kepala Kepolisian Resor (Wakapolres) Mukomuko Kompol Ahmad Musrin Muzni di Mukomuko, Rabu. 15 November, disitat Antara.
Wakapolres mengatakan kasus ini terungkap berkat informasi dari masyarakat di Desa Lubuk Pinang sering terjadi penjualan dan peredaran obat-obatan yang tidak sesuai peruntukannya.
Polisi kemudian turun ke lapangan pada 8 November 2023 kemudian menangkap S diduga mengonsumsi obat keras jenis Samcodin secara berlebihan di rumah A di Desa Ranah Karya.
Setelah dilakukan pengembangan, kata dia, polisi kembali menangkap A yang diduga pelaku pengedar obat ini di Desa Ranah Karya.
Pada hari yang sama, kata dia, unit Tipidter melakukan pengembangan hingga menangkap tiga orang yang diduga merupakan pengedar dan mengonsumsi Samcodin secara berlebihan, yakni S, R, dan A di Desa Lubuk Pinang.
Dari S ditemukan 60 butir obat merk Samcodin, uang Rp230 ribu, lalu dari S ditemukan 660 butir obat Samcodin yang disimpan di pondok sawah Desa Arah Tiga, Kecamatan Lubuk Pinang.
BACA JUGA:
Selanjutnya, katanya, kelima pengedar dibawa ke Polres untuk dimintai keterangan lebih lanjut dan menetapkan dua orang tersangka dalam kasus ini, yakni S warga Desa Pauh Terenja dan A warga Desa Ranah Karya, sedangkan tiga orang lainnya hanya sebagai saksi karena tidak terbukti melakukan perdagangan obat tersebut.
Barang bukti dalam kasus ini, yakni 72 blister atau strip obat merek Samcodin dan uang tunai Rp230 ribu.
Ia menyebutkan, ancaman pidana terhadap tersangka ini salah satunya pasal 435 setiap orang yang memproduksi dan mengedarkan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan persyaratan keamanan kemanfaatan dan mutu sebagaimana dimaksud pasal 138 ayat 2 dan 3 pidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun dan denda Rp5 miliar.