BPOM Tindak Admin "Apotek Resmi" Pengedar Obat dan Makanan Ilegal
Kepala BPOM Penny K Lukito/ANTARA

Bagikan:

JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)menindak pelaku pengedar obat dan makanan ilegal melalui akun lokapasar atau marketplace "Apotek Resmi".

"Akun Apotek Resmi ini namanya memberi persepsi bahwa itu resmi, padahal tidak terdaftar di sistem izin elektronik farmasi," kata Kepala BPOM Penny K Lukito dilansir ANTARA, Rabu, 7 Juni.

Akun tersebut telah menjual beragam obat dan makanan ilegal dengan volume penjualan lebih dari 10.000 paket dan nilai ekonomi penjualan lebih dari Rp18 miliar.

Penny mengatakan penindakan hukum dilakukan Tim Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) BPOM bersama personel Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI, Rabu (10/5) siang.

Pengelola akun berinisial IM (35), laki-laki, telah berstatus tersangka. Ia beroperasi di tiga rumah kontrakan yang beralamat di Jl Sukahati, Kp. Muara Beres No7 RT02/RW04, Sukahati, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

"Temuan ini hasil investigasi terhadap informasi yang diterima BPOM bahwa terdapat aktivitas penjualan obat dan makanan ilegal di wilayah Cibinong," katanya.

Dia mengatakan pelaku membuka pesanan produk dari lokapasar serta membuat resi pesanan berisi informasi jenis dan jumlah produk yang dipesan disertai dengan alamat tujuan pengiriman. Resi tersebut dikirimkan kepada karyawan di gudang penyimpanan melalui aplikasi WhatsApp.

Selanjutnya, karyawan menyiapkan pesanan untuk dikemas dan dikirimkan kepada pemesan yang tersebar di wilayah Jabodetabek dan Bandung menggunakan jasa ekspedisi.

Dari lokasi itu, petugas menyita barang bukti sediaan farmasi ilegal berupa obat, obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetika, dan pangan olahan ilegal yang tidak memiliki izin edar sebanyak 700 produk dengan total 22.552 item.

Produk yang dimaksud berupa obat-obatan khusus lelaki, seperti Viagra dan Cialis, Vigamax, Japan Tengsu, Soloco, Vitamale, Hajar Jahanam, dan lainnya.

Obat dan makanan ilegal yang ditemukan diduga tidak menerapkan cara pembuatan yang baik dalam proses pembuatannya serta dengan dosis yang tidak diketahui, sehingga berisiko berdampak buruk terhadap kesehatan jika dikonsumsi masyarakat.

"Obat tersebut mengandung bahan kimia obat sildenafil dan tadalafil yang merupakan golongan obat keras dan berisiko menyebabkan serangan jantung hingga kematian jika digunakan tidak sesuai resep dokter," katanya.

Tersangka dijerat dengan Pasal 60 Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang RI tentang Cipta Kerja dan/atau dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp1,5 miliar.

Sementara kegiatan memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar ditindaklanjuti sesuai Pasal 196 Jo. Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) UU RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman pidana penjara 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.