Bagikan:

JAKARTA - Uni Eropa gagal memenuhi targetnya untuk memasok 1 juta peluru artileri dan rudal ke Ukraina pada Maret mendatang, kata Menteri Pertahanan Jerman Boris Pistorius Hari Selasa.

Hadir di pertemuan para menteri pertahanan Uni Eropa di Brussels, Belgi, Menhan Pistorius juga mempertanyakan kebijaksanaan penetapan target pada Maret tahun ini, dengan tenggat waktu 12 bulan.

Komentar Menhan Pistorius adalah pengakuan publik pertama yang disampaikan oleh seorang menteri senior Eropa, bahwa target tersebut tidak akan tercapai, meskipun para diplomat dan pejabat telah menyatakan skeptisisme secara pribadi selama berbulan-bulan mengenai tujuan tersebut.

"Saya tidak menjanjikan 1 juta peluru, dan itu memang disengaja. Pertanyaan yang tepat untuk ditanyakan adalah, apakah 1 juta peluru merupakan tujuan yang realistis," katanya kepada wartawan, melansir Reuters 14 November.

"Ada suara-suara yang memperingatkan: 'Sebaiknya hati-hati, 1 juta itu mudah diucapkan, uangnya ada, (tapi) produksinya harus ada'. Suara-suara peringatan itu, sayangnya, sudah terbukti saat ini," lanjutnya.

"Dapat diasumsikan bahwa 1 juta peluru tidak akan tercapai," tandasnya.

Target 1 juta peluru ditetapkan sebagai tanggapan atas kebutuhan Ukraina yang mendesak dan berkelanjutan peluru artileri 155 milimeter. Senjata itu menjadi elemen kunci dalam perang menghadapi invasi Rusia.

Beberapa pejabat mengatakan, industri Eropa tidak memiliki kapasitas produksi untuk memenuhi target tersebut.

Namun, beberapa pihak juga berpendapat bahwa menetapkan tujuan ambisius yang mendorong negara-negara untuk melakukan pemesanan dan perusahaan berinvestasi, dalam meningkatkan kapasitas masih layak dilakukan.

Terpisah, Kepala Kebijakan Luar Negeri UE Josep Borrell mengatakan blok tersebut telah menyediakan lebih dari 300.000 peluru artileri dan rudal di bawah skema pertama, yang melibatkan negara-negara anggota UE yang mengirimkan gudang senjata masing-masing.

Sebelumnya, Badan Pertahanan Eropa Uni Eropa mengatakan pada akhir September, tujuh negara Uni Eropa telah memesan amunisi berdasarkan skema tersebut. Pihaknya tidak memberikan nilai atau volume pesanan, dengan alasan kerahasiaan.

Borrell berpendapat, sebagian dari masalahnya adalah industri pertahanan Eropa mengekspor sekitar 40 persen produksinya ke negara-negara di luar blok tersebut.

"Mungkin yang harus kita lakukan adalah mencoba mengalihkan produksi ini ke prioritas, yaitu Ukraina," ujar Borrell.