JAKARTA - Kebijakan baru pemerintah terkait insentif pajak bagi industri otomotif menuai berbagai respons. Sebab, pada awal tahun ini pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan, namun sekarang pemerintah malah memberikan stimulus pembebasan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) atas pembelian mobil baru.
Pemerintah sejak 1 Januari 2021 menaikkan iuran BPJS Kesehatan untuk kategori Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) atau kelas 3 mandiri. Sehingga, tarifnya kini berlaku Rp35.000 per bulan atau naik Rp9.500 dari sebelumnya Rp25.500.
Tak hanya itu, pemerintah juga memutuskan untuk mengurangi bantuan iuran dari Rp16.500 menjadi Rp7.000 per orang. Aturan kenaikan iuran BPJS Kesehatan peserta mandiri tersebut tertuang di dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani menjelaskan pengurangan bantuan iuran dari pemerintah dilakukan dalam rangka untuk menyesuaikan kebijakan fiskal anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) Tahun Anggaran 2021. Alasan lain adalah dalam rangka menjaga keberlanjutan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Sementara itu, baru-baru ini pemerintah mengumumkan akan menurunkan tarif pajak penjualan barang mewah atau PPnBM untuk mobil di bawah 1.500 cc. Kebijakan tersebut akan berlaku per Maret 2021. Selama tiga bulan pertama PPnBM untuk mobil didiskon sampai 100 persen. Tiga bulan selanjutnya didiskon 50 persen dan tiga berikutnya diskon 25 persen.
Dengan insentif ini, pemerintah berharap harga mobil jadi lebih murah. Ujungnya penjualan mobil yang anjlok karena pandemi, bisa bergeliat lagi. Ekonomi yang lesu, bisa pulih lagi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan ada beberapa alasan kenapa pajak penjualan barang mewah untuk mobil di bawah 1.500 cc yang digratiskan. Salah satunya, segmen mobil tersebut diminati kelompok masyarakat kelas menengah dan memiliki komponen lokal di atas 70 persen.
Sri berharapkan insentif ini mampu meningkatkan produksi otomotif, mendorong gairah belanja kelas menengah dan menjaga pemulihan pertumbuhan ekonomi.
"Ditambah, sebentar lagi memasuki bulan puasa dan tradisi mudik Lebaran yang biasanya jadi momen meningkatnya penjualan mobil," katanya, dalam keterangan tertulis, Jumat, 12 Februari.
Pembebasan PPnBM tak akan dongkrak penjualan mobil
Ekonom Indef, Bhima Yudhistira mengkritik kebijakan ini. Menurut dia, dalam kondisi pandemi, mengapa pemerintah memberikan diskon pajak barang mewah. Jika dalam kondisi normal, kebijakan itu mungkin oke-oke saja. Namun sekarang sedang pandemi. Banyak orang yang pendapatannya berkurang.
"Lagipula kalau punya mobil juga mau pergi ke mana. Pemerintah kan memberlakukan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat)," kata Bhima.
Sementara itu, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menilai stimulus pembebasan PPnBM ini meskipun didorong juga dengan penurunan ATMR kredit tidak akan signifikan meningkatkan pembelian mobil.
"Namun akan berbeda apabila yang dibebaskan PPnBM adalah kendaraan mewah yang diproduksi di dalam negeri dengan target pasar kelompok menengah atas yang masih punya daya beli," kata Piter, Minggu, 14 Februari.
Kebijakan pemerintah berpihak pada orang kaya
Warganet pun tak mau ketinggalan mengomentari kebijakan baru ini. Menurut mereka, alangkah bijaknya kalau pemerintah menurunkan tarif iuran BPJS Kesehatan ketimbang membebaskan pajak mobil baru. Pemerintah seharusnya berpihak pada rakyat miskin bukan malah memanjakan orang kaya.
Salah satu warganet dengan akun bernama @antosoni27 mengatakan pemerintah kurang peka dengan kehidupan rakyat kecil. Di tengah tekanan pandemi COVID-19 saat ini, iuran BPJS Kesehatan naik, meterai naik, utang negara naik.
"Pajak mobil diturunkan. Indonesia luar biasa," sindirnya, dikutip Senin, 15 Februari.
Akun bernama @IquaysD turun mengomentari berita dihapuskan PPnBM. Ia menilai negara lebih membutuhkan barang mewah dibanding kesehatan.
"BPJS dinaikkan pjk beg mewah diturunkan. Memang negara ini lebih butuh kemewahan daripada kesehatan," tulisnya.