Bagikan:

JAKARTA - Presiden Joko Widodo menekankan demokrasi yang harus dibangun saat memasuki tahun politik adalah demokrasi yang menampilkan pertarungan gagasan, bukan perasaan.

"Karena saya melihat akhir-akhir ini yang kita lihat adalah terlalu banyak dramanya, terlalu banyak drakornya, terlalu banyak sinetronnya. Sinetron yang kita lihat. Mestinya 'kan pertarungan gagasan, mestinya kan pertarungan-pertarungan ide, bukan pertarungan perasaan," kata Presiden Jokowi di HUT Golkar, Senin, 6 November.

Dalam sambutannya, Presiden Jokowi menyinggung kompetisi dalam politik itu adalah hal biasa, begitu juga keinginan setiap calon presiden untuk menang.

Namun di samping kompetisi, presiden menegaskan demokrasi yang berkualitas, yang tidak memecah belah adalah yang harus ditunjukkan kepada masyarakat, bukan demokrasi yang saling menjelekkan dan memfitnah.

Jokowi mengajak agar dapat membangun demokrasi yang menghasilkan solusi terhadap masalah-masalah bangsa, yang menghasilkan strategi untuk kemajuan bangsa.

"Kalau yang terjadi pertarungan perasaan, repot semua kita. Tidak usah saya teruskan karena nanti ke mana-mana," kata Jokowi.

Presiden juga mengingatkan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) yang memenangkan kontestasi Pemilu 2024 tidak boleh sombong atau jumawa.

Begitu juga dengan capres-cawapres yang kalah Pemilu tidak boleh murka.

"Ini adalah pertandingan antaranggota keluarga sendiri, antarsesama anak bangsa yang sama-sama ingin membangun negara kita Indonesia," kata Presiden.

Perasaan PDIP Sedih Ditinggalkan

Jauh sebelumnya, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto PDIP berduka karena ditinggal keluarga Jokowi. Padahal sudah banyak privilese yang diberikan partai berlambang banteng tersebut.

"Kami begitu mencintai dan memberikan privilege yang begitu besar kepada Presiden Jokowi dan keluarga, namun kami ditinggalkan karena masih ada permintaan lain yang berpotensi melanggar pranata kebaikan dan Konstitusi," kata Hasto dalam keterangan tertulisnya.

"Pada awalnya kami hanya berdoa agar hal tersebut tidak terjadi, namun ternyata itu benar-benar terjadi," sambung Hasto.

Hasto berharap demokrasi yang gelap ini bisa berlalu. Apalagi, anggota dan kader partai berlambang banteng ini sejak awal selalu mengawal Presiden Jokowi tanpa lelah dari mulai pemilihan kepala daerah (pilkada) hingga pemilihan presiden (pilpres).

Tapi belakangan mereka harus melihat pembangkangan konstitusi dan rekayasa hukum di Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mencalonkan Gibran.

"Dan rakyat sudah paham, siapa meninggalkan siapa demi ambisi kekuasaan itu," pungkasnya.