MAKASSAR - Tim Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Makassar menetapkan empat orang tersangka terkait kasus dugaan korupsi penyimpangan dalam pembebasan lahan industri pengelolaan sampah Pemerintah Kota Makassar tahun anggaran 2012-2014 terletak di Kelurahan Tamalanrea Jaya, Kecamatan Tamalanrea, Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
"Penetapan status tersangka kepada empat orang ini setelah penyidik menemukan dua alat bukti yang sah," kata Kepala Kejaksaan Negeri Makassar Andi Sundari dilansir ANTARA, Jumat, 3 November.
Empat tersangka tersebut masing-masing berinisial SB selaku Kepala Bagian Tata Pemerintahan Pemkot Makassar saat itu, AP sebagai Camat Tamalanrea saat itu, dan IL selaku Lurah Tamalanrea Jaya serta ASD sebagai penerima kuasa dari beberapa pemilik lahan.
Selanjutnya, untuk kepentingan penyidikan maka para tersangka tersebut dilakukan penahanan selama 20 hari ke depan yang ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Makassar. .
Dari uraian terjadinya penyimpangan tersebut pada 2012 dimana Pemkot Makassar melalui Sekretariat Kota Makassar Bagian Tata Pemerintahan memiliki anggaran yang bersumber dari APBD untuk pengadaan tanah sarana umum tempat pembuangan akhir sampah sebesar Rp3,5 miliar.
Pengadaan tanah tersebut nantinya akan digunakan untuk pembangunan industri pengolahan sampah di Kelurahan Tamalanrea Jaya.
Selanjutnya, Wali Kota Kota Makassar kala itu Ilham Arief Sirajuddin (saksi) kemudian menerbitkan Surat Keputusan Wali Kota Makassar Nomor: 590.05/452/Kep.III/2012, tanggal 8 Maret 2012 tentang Pembentukan Panitia Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum di Kota Makassar Tahun Anggaran 2012, 2013 dan 2014.
Namun, dalam proses pembebasan lahan tersebut oleh Pemkot Makassar tahun 2012, 2013 dan 2014 para tersangka ini melakukan tanpa dokumen perencanaan dan tanpa penetapan lokasi.
BACA JUGA:
Selain itu, pembebasan lahan dilakukan tanpa dilakukannya penelitian dan inventarisasi atas tanah terlebih dahulu serta tanpa penelitian mengenai status hukum tanah yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan.
"Termasuk tanpa dokumen yang mendukungnya serta tidak atau tanpa lembaga atau tim penilai tanah (appresial). Untuk kerugian negara masih dalam perhitungan BPKP," ungkap Andi Sundari.
Atas perbuatan tersebut tersangka disangkakan untuk Primair pasal 2 ayat (1) dan Subsidair pasal 3 Undang-undang RI nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang RI nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang RI nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana jucnto pasal 64 ayat (1) KUHPidana.