Bagikan:

JAKARTA - Hakim Konstitusi Arief Hidayat juga turut diperiksa Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) secara tertutup pada Selasa petang terkait laporan masyarakat atas Putusan MK Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.

Arief diperiksa secara tertutup di tempat yang sama dengan pemeriksaan kepada Ketua MK Anwar Usman, yakni di gedung II MK, Jakarta. Pantauan di lokasi, Arief tiba di halaman gedung tersebut pada pukul 17.24 WIB.

Sebelum masuk ke lokasi pemeriksaan, Arief yang tampak mengenakan setelan jas berwarna abu-abu dan kemeja berwarna hitam itu sempat menjawab pertanyaan wartawan.

Arief mengatakan akan memberikan keterangan terkait seluruh hal yang ia ketahui ketika memeriksa dan memutus perkara syarat usia capres dan cawapres itu.

"Oh iya harus diberikan. Hakim tidak boleh bohong. Harus jujur," kata Arief menegaskan dilansir ANTARA, Selasa, 31 Oktober.

Namun begitu, Arief enggan membeberkan apa saja yang ingin ia sampaikan kepada anggota MKMK. Dia pun mengaku tidak mempersiapkan hal tertentu untuk pemeriksaan itu.

"Belum disampaikan ke MKMK, saya sampaikan di sini, ga boleh, dosa," ucap Arief seraya terkekeh.

Sementara pada pukul 16.10 WIB, Anwar Usman telah lebih dahulu diperiksa selama kurang lebih satu jam oleh tiga anggota MKMK, yakni Jimly Asshiddiqie, Wahiduddin Adams, dan Bintan R. Saragih.

Sebelumnya, Jimly selaku Ketua MKMK mengatakan pihaknya menggelar dua sidang pada Selasa, yakni sidang terbuka untuk memanggil para pelapor dan sidang tertutup untuk hakim konstitusi selaku terlapor.

"Ada dua jenis sidang yang akan dilakukan, yaitu sidang terbuka untuk memeriksa pelapor dan sidang tertutup untuk memeriksa hakim. Sidang pelapor pada pagi hari jam 09.00; sidang untuk hakimnya malam hari," kata Jimly usai pertemuan tertutup dengan sembilan hakim konstitusi di Gedung MK, Jakarta, Senin (30/10).

Pada Senin (16/10), MK mengabulkan sebagian Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh warga negara Indonesia (WNI) bernama Almas Tsaqibbirru Re A. dari Surakarta, Jawa Tengah.

Dalam gugatannya, Almas memohon syarat pencalonan peserta pilpres berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten dan kota.

Putusan itu menjadi kontroversi karena dinilai sarat konflik kepentingan. Laporan masyarakat yang menduga adanya pelanggaran kode etik hakim konstitusi dalam memeriksa dan memutus perkara itu kemudian bermunculan.

Dikatakan Jimly, hingga Senin (30/10), pihaknya telah menerima 18 laporan terkait dugaan pelanggaran kode etik para hakim MK mengenai putusan itu.

"Jadi sekarang sudah ada 18 laporan, sudah nambah lagi dua laporan pada hari ini. Dari 18 itu, ada enam isu. Kemudian, ada sembilan (hakim) terlapor; tetapi (laporan) yang paling pokok, paling utama, paling banyak itu Pak Anwar Usman," ujar Jimly.