JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta pemerintah untuk menyelesaikan kasus di Pulau Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau dengan metode yang lebih humanis.
"Jangan memakai aparat untuk pendekatan, tapi lakukan pendekatan dengan pemberdayaan dan pendidikan yang lebih humanis kepada masyarakat," kata Ketua Tim Kasus Pulau Rempang MUI Muhammad Cholil Nafis dalam diskusi Penyelesaian Kasus Pulau Rempang yang diikuti di Jakarta, Antara, Jumat, 27 Oktober.
Pendekatan yang dilakukan dengan menghadirkan aparat penegak hukum di Rempang dapat menyebabkan masyarakat merasa terintimidasi. Imbasnya, masyarakat Pulau Rempang yang menerima keputusan pemerintah untuk direlokasi merasa berat hati dan tidak suka.
Ia menyarankan pemerintah lebih memikirkan soal tempat tinggal masyarakat dengan mempertimbangkan perpindahan tempat tinggal atau perpindahan lokasi investasi.
"Karena bicara soal tempat tinggal kan bukan hanya tempat tinggal saja, tapi juga mata pencaharian dan pelestarian budaya yang sudah turun-temurun itu," ujar Cholil Nafis yang juga Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah itu.
Dia mengusulkan kepada pemerintah agar tak melakukan apapun di Pulau Rempang sebelum segala macam urusan, baik soal hukum maupun hak masyarakatnya terpenuhi.
Meski demikian, ia menegaskan pihaknya tidak anti terhadap investasi. MUI justru mendukung segala macam upaya pemerintah dalam meningkatkan ekonomi negara, termasuk di antaranya investasi.
Sebelumnya, Kepala Pusat Pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPBB) dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Badan Pengusahaan Batam Irfan Syakir Widyasa mengatakan proyek pengembangan investasi di Pulau Rempang untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat luas.
"Karena yang dibangun di Rempang itu adalah untuk kesejahteraan masyarakat luas, baik itu tenaga kerjanya kemudian juga masyarakat yang ada di sana juga sebetulnya diberikan kompensasi yang besar," kata dia, Rabu (4/10).
Dia menerangkan hambatan yang sempat dihadapi saat pengembangan investasi di Pulau Rempang disebabkan oleh penyampaian informasi kepada masyarakat yang belum optimal hingga adanya kepentingan politik dan negara asing yang terlibat.
BACA JUGA:
"Selama ini karena informasi yang mungkin belum sampai karena juga memang kepentingannya banyak sekali selain ada pilwalkot (pemilihan wali kota), pilgub (pemilihan gubernur), pilpres tapi rupanya investasi yang masuk ini kan juga diinginkan oleh negara lain," kata Irfan Syakir Widyasa.