Bagikan:

MAMUJU - Polda Sulawesi Barat menetapkan dua tersangka dugaan korupsi pengadaan kapal feri mini Mamuju yang bersumber dari APBD Kabupaten Mamuju tahun 2017.

Kasubdit III Tipikor Ditkrimsus Polda Sulbar AKBP Hengky Kristanto mengatakan, dari empat orang yang sempat terseret pada kasus dugaan korupsi pengadaan alat apung bermotor penumpang atau kapal feri Mamuju, dua di antaranya telah ditetapkan tersangka.

Kedua tersangka lanjut Hengky Kristanto, yakni BS (56) dan ASR (64).

"Setelah melakukan serangkaian pemeriksaan hingga penggeledahan dan penyitaan barang bukti, hari ini kami menetapkan dua tersangka dugaan korupsi pengadaan alat apung bermotor penumpang oleh Dinas Perhubungan Kabupaten Mamuju," tegas Hengky dikutip ANTARA, Senin, 23 Oktober.

Kedua tersangka, yakni BS kata Hengky Kristanto merupakan Direktur CV. CS dan ASR merupakan pensiunan ASN.

"Berdasarkan laporan hasil perhitungan, kerugian negara yang ditimbulkan akibat dugaan korupsi pengadaan alat apung bermotor penumpang oleh Dinas Perhubungan Perhubungan Kabupaten Mamuju itu mencapai Rp1,5 miliar," terang Hengky Kristanto.

Kedua tersangka kata Hengky Kristanto, dijerat pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 juncto pasal 18 juncto Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) KUHPidana.

Dugaan korupsi tersebut berawal saat Dinas Perhubungan Kabupaten Mamuju melakukan pengadaan alat angkut apung bermotor penumpang yang bersumber dari APBD Tahun Anggaran 2017 dengan nilai kontrak Rp1,7 miliar yang dilaksanakan oleh oleh CV. CS.

Namun dalam pelaksanaannya, tersangka BS, selaku Direktur CV. CS, yang merupakan penyedia dalam mengerjakan kapal, tidak melibatkan tenaga ahli perkapalan, tenaga ahli mesin dan tenaga ahli eletrikal.

Akibat tidak melibatkan tenaga ahli tersebut, pengerjaan kapal feri Mamuju tersebut tidak sesuai spesifikasi seperti tertuang dalam kontrak.

Sementara, tersangka ASR, yang saat itu selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) tidak melakukan pengawasan dan pengendalian pekerjaan pembangunan kapal serta tidak menyarankan penyedia untuk membuat surat pertanggungjawaban mutlak (SPJTM) sebagai syarat pencairan dan 100 persen.