JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) resmi membentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) untuk menangani laporan dugaan pelanggaran kode etik hakim MK atas putusan batas usia calon presiden dan calon wakil presiden.
Hakim MK Enny Nurbaningsih menuturkan, MKMK dibentuk karena kesembilan hakim MK tidak bisa memutus laporan mengenai dugaan pelanggaran kode etik dari hakim itu sendiri.
"Maka kami telah melakukan rapat permusyawaratan hakim untuk menyegerakan membentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi atau MKMK," kata Enny di gedung MK, Jakarta Pusat, Senin, 23 Oktober.
Dalam Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, pembentukan MKMK bersifat ad hoc dengan masa jabatan 3 tahun.
Adapun susunan MKMK terdiri atas 1 orang Hakim Konstitusi, 1 orang tokoh masyarakat, dan 1 orang akademisi yang berlatar belakang di bidang hukum.
Enny menjelaskan, sejauh ini pihaknya telah menerima sedikitnya 7 laporan atas pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim MK dengan pelapor dari berbagai kalangan.
Adapun materi yang dilaporkan adalah dugaan pelanggaran etika hakim MK yang mengabulkan syarat capres-cawapres berpengalaman menjadi kepala daerah meski belum berusia 40 tahun.
Kemudian, terdapat juga laporan yang meminta Ketua MK Anwar Usman untuk mengundurkan diri. Ada juga yang melaporkan kesembilan hakim MK, mulai dari pihak yang mengabulkan syarat kepala daerah belum berusia 40 tahun menjad capres-cawapres, hingga yang mengeluarkan dissenting opinion atau pendapat berbeda.
BACA JUGA:
"Dalam waktu dekat ini segera akan kemudian dibentuk untuk segera bekerja, untuk kemudian melakukan proses sebagaimana hukum acara yang berlaku di dalam MKMK untuk menangani paling tidak 7 yang sudah masuk di sini," jelas Enny.
"Jadi kami sudah bersepakat untuk menyerahkan sepenuhnya ini kepada MKMK. Biarlah MKMK yang bekerja. Sehingga, kami Hakim Konstitusi akan konsentrasi kepada perkara yang harus kami tangani sebagaimana kewenangan dari Mahkamah Konstitusi," lanjutnya.