Bangladesh Alami Wabah Demam Berdarah Terburuk, 1.000 Orang Tewas Sejak Awal Tahun
Penyemprotan untuk memberantas nyamuk Aedes Aegypti. (ProjectManhattan/Wikimedia Commons/CC-BY-SA-3.0)

Bagikan:

JAKARTA - Bangladesh mengalami wabah demam berdarah terburuk yang pernah tercatat di negeri itu, di mana lebih dari 1.000 orang telah tewas menurut data resmi, diperparah dengan kenaikan suhu akibat krisis iklim.

Sekitar 1.017 orang telah tewas akibat penyakit ini sejak Januari 2023, termasuk lebih dari anak-anak, sementara jumlah pasien keseluruhan tembus 208.000 menurut data Direktorat Jenderal Layanan Kesehatan Bangladesh yang dirilis pada Hari Senin.

Meskipun demam berdarah merupakan penyakit endemik di negara tersebut, dengan infeksi yang biasanya mencapai puncaknya pada musim hujan antara Bulan Juli hingga September, tahun ini peningkatan kasus terjadi jauh lebih awal, yaitu menjelang akhir Bulan April.

Musim hujan yang berkepanjangan dengan suhu yang lebih hangat ditambah dengan curah hujan yang deras dan tidak teratur menciptakan kondisi perkembangbiakan yang ideal bagi nyamuk Aedes Aegypti, pembawa penyakit demam berdarah, kata para ilmuwan, dilansir dari CNN 4 Oktober.

Lonjakan pasien demam berdarah membebani layanan kesehatan, menyebabkan rumah sakit kekurangan tempat tidur dan staf untuk merawat pasien, menurut media setempat.

Jumlah kematian sepanjang tahu ini juga hampir empat kali lipat lebih tinggi dibanding tahun lalu, di mana 281 pasien meninggal. Bulan lalu saja, terdapat lebih dari 79.600 kasus yang dilaporkan dan 396 kematian, menurut otoritas kesehatan Bangladesh.

Ada juga kekhawatiran yang semakin besar mengenai wabah ini yang akan meluas ke bulan-bulan yang lebih dingin. Tahun lalu, kasus demam berdarah hanya mencapai puncaknya pada Bulan Oktober dengan kematian terbanyak tercatat pada Bulan November.

Demam berdarah sendiri merupakan penyakit endemik di lebih dari 100 negara dan setiap tahunnya, 100 juta hingga 400 juta orang terinfeksi, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan dalam jumpa pers bulan lalu, pihaknya mendukung pemerintah dan pihak berwenang Bangladesh "untuk memperkuat pengawasan, kapasitas laboratorium, manajemen klinis, pengendalian vektor, komunikasi risiko dan keterlibatan masyarakat" selama wabah ini terjadi.

WHO mengatakan, jumlah kasus demam berdarah global telah meningkat delapan kali lipat dalam dua dekade terakhir.