JAKARTA - Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Syafrizal menyebut pemberian sanksi terhadap pelanggar protokol kesehatan adalah opsi terakhir. Sebab, saat ini penegak hukum lebih memilih cara pendekatan persuasif.
"Memberi sanksi adalah pilihan terakhir. Pada hakikatnya, ya, kita tetap melakukan persuasif sehingga masyarakat kita sadar betul bahwa pandemi ini berbahaya," kata Syafrizal dalam konferensi pers secara daring yang ditayangkan di akun YouTube BNPB, Senin, 8 Februari.
Meski lebih mengutamakan pendekatan persuasif namun berdasarkan data yang dimiliki oleh Kemendagri, sudah ada 29 juta orang yang ditindak karena melanggar protokol kesehatan di tengah pandemi COVID-19.
"Aparat penegak disiplin protokol kesehatan sudah memberikan tindakan hampir 29 juta orang. Mereka diberikan tindakan berupa denda sanksi, kemudian denda pekerjaan sosial, dan macam-macam," tegasnya.
Hanya saja, penindakan ini tak akan efektif jika semua pihak tidak ikut berpartisipasi dalam menegakkan protokol kesehatan di tengah pandemi. Atas alasan inilah, maka pemerintah bakal menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) secara mikro.
Sebab, pemerintah melihat, penindakan hanya terjadi di wilayah tertentu atau tidak dilakukan secara merata. Padahal, penularan virus ini sudah terjadi sampai ke seluruh kota maupun kabupaten yang ada di Pulau Jawa dan Bali.
"Yang ditegakkan 29 juta ini mungkin yang di jalan saja atau di pertokoan saja. Padahal pandemi kita ini untuk Jawa Bali hampir semua kabupaten/kota sudah terpapar," jelasnya.
"Oleh karenanya, selain penegakan protokol kesehatan yang kita lakukan baik di PPKM 1 maupun PPKM 2 nantinya di PPKM Mikro akan kita turunkan lagi sampai ke level terbawah untuk penegakkannya," imbuh Syafrizal.
BACA JUGA:
Sebagai informasi, PPKM skala mikro dilakukan dengan mempertimbangkan kriteria zona pengendalian wilayah sampai tingkat RT dan RW. Daerah yang akan menerapkan PPKM mikro ini adalah daerah di 7 provinsi yang telah memberlakukan PPKM sebelumnya. Kriteria zonasi yang dimaksud dibagi dengan zona hijau, zona kuning, zona oranye, dan zona merah.
1. Zona hijau
Kriteria: tidak ada rumah di satu RT yang memiliki kasus positif COVID-19 selama 7 hari terakhir.
Skenario: surveilans aktif, seluruh suspek dites, dan pemantauan kasus tetap dilakukan secara berkala.
2. Zona kuning
Kriteria: terdapat 1 sampai 5 rumah dengan kasus positif selama 7 hari terakhir.
Skenario: temukan kasus suspek dan pelacakan kontak erat lalu diminta isolasi mandiri dengan pengawasan ketat.
3. Zona oranye
Kriteria: terdapat 6 sampai 10 rumah dengan kasus positif selama 7 hari terakhir.
Skenario: temukan kasus suspek dan pelacakan kontak erat lalu diminta isolasi mandiri dengan pengawasan ketat, menutup rumah ibadah, tempat bermain anak, dan tempat umum lainnya kecuali sektor esensial.
4. Zona merah
Kriteria: terdapat lebih dari 10 rumah dengan kasus positif selama 7 hari terakhir.
Skenario: temukan kasus suspek dan pelacakan kontak erat; melakukan isolasi mandiri; menutup rumah ibadah, tempat bermain anak, dan tempat umum lainnya kecuali sektor esensial; melarang kerumunan lebih dari 3 orang; membatasi keluar masuk RT maksimal hinggal pukul 20.00 WIB; dan meniadakan kegiatan sosial yang menimbulkan kerumunan.
PPKM mikro dilakukan melalui koordinasi seluruh unsur, mulai dari ketua RT/RW, kepala desa/lurag, Satlinmas, Babinsa, Bhabinkamtibnas, Satpol PP, PKK, Posyandu, Dasawisma, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemuda, penyuluh, tenaga kesehatan, karang taruna, serta relawan lainnya.
Mekanisme koordinasi, pengawsan, dan evakuasi PPKM mikro dilakukan dengan membentuk pos komando (posko) tingkat desa dan keluragan. Untuk supervisi dan pelaporan posko desa dan kelurahan dibentuk posko kecamatan. Selain menerapkan PPKM mikro, PPKM skala provinsi dan kabupaten/kota juga masih berjalan seperti sebelumnya.