JAKARTA - Kasus positif COVID-19 secara kumulatif tercatat mendekati angka 1,2 juta atau tepatnya adalah 1.157.837 orang. Masih tingginya penularan kasus membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang tahun 2020 minus 2,07 persen. Untuk mengatasinya, pemerintah diminta mempertimbangkan pemberlakuan lockdown.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, ekonomi minus sepanjang tahun 2020 menunjukkan kegagalan menangani pandemi.
"Kegagalan pemerintah dalam mengendalikan pandemi, sehingga masyarakat masih menahan untuk berbelanja," ujarnya kepada wartawan, beberapa waktu lalu.
Hal ini tercermin dalam angka pertumbuhan ekonomi pada kuartal ke IV yang terkontraksi minus 2,19 persen secara tahunan atau year on year (yoy) atau minus 2,07 persen full year 2020.
Menurut Bhima, kebijakan kenormalan baru yang dipaksakan terbukti blunder, di satu sisi ada dorongan agar masyarakat bisa beraktivitas dengan protokol kesehatan, tapi PSBB jalan terus operasional berbagai jenis usaha dibatasi.
Pertumbuhan ekonomi di 2021 masih minus
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad memprediksi bahwa pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal I 2021 sekitar minus 1 persen.
Prediksi dari Indef tersebut tidak terlepas dari situasi penyebaran COVID-19, perkembangan daya beli masyarakat dan inflasi yang dibawah 1,5 persen pada Januari 2021. Menurut Tauhid, hingga kini beberapa hal belum menunjukkan adanya perubahan signifikan yang terjadi di awal tahun 2021 ini.
"Ini masih belum banyak berubah, ada perbaikan tetapi masih lambat," katanya, dalam konferensi pers virtual, Minggu, 7 Februari.
Tauhid mengatakan, pemberlakuan kebijakan Penerapan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) juga turut memengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional. Sehingga pertumbuhan ekonomi nasional di kuartal pertama tahun ini masih akan tetap tumbuh minus.
BACA JUGA:
"Jadi jangan berharap dengan situasi sekarang akan tumbuh positif. Kita perkirakan minus 1 persen, belum bisa positif," ucapnya.
Pemerintah perlu pertimbangkan lockdown
Pengendalian pandemi disebut merupakan sebagai kunci atau solusi untuk kembali menggerakan ekonomi yang turun di tengah kenaikan kasus aktif COVID-19 di Tanah Air. Berkaca dari negara yang berhasil menangani pandemi, penting bagi Indonesia untuk menerapkan lockdown karena akan ampuh memutus mata rantai virus COVID-19 meskipun ekonomi akan terhantam berat tetapi akan pulih dengan cepat.
Karena itu, Tauhid berujar pemerintah perlu mencoba wacana kebijakan yang tengah beredar di publik, yaitu penguncian wilayah (lockdown) pada akhir pekan.
Menurut Tauhid, kebijakan tersebut layak dicoba meski dampaknya mungkin tidak akan seefektif bila pemerintah melakukan lockdown total dengan masa inkubasi 7 hingga 14 hari. Tapi setidaknya, kata dia, wacana tersebut tidak mengganggu sektor industri dan bisnis.
Wacana kebijakan lockdown akhir pekan yang tengah mengemuka dapat diuji sebagai alternatif kebijakan untuk menekan risiko penularan tanpa merelakan kinerja sektor industri dan bisnis di hari kerja.
Jika wacana lockdown akhir pekan itu jadi diterapkan, Tauhid mewanti-wanti pemerintah terkait distribusi barang. Menurutnya, pemerintah harus bisa menjamin distribusi barang dan logistik tetap berjalan.
Tauhid juga meminta pemerintah untuk tetap melakukan testing, tracing, dan treatment (3T) secara masif. Tak ketinggalan soal protokol kesehatan pencegahan COVID-19 meliputi menggunakan masker, mencuci tangan, dan menghindari kerumunan (3M).