Bagikan:

PONOROGO - Perkara sumbangan pengembangan dan peningkatan mutu sekolah (SPMS) di SMPN 1 Ponorogo cukup menyita perhatian, termasuk Ombudsman Jawa Timur. Dengan tegas Ombudsman Jawa Timur menyatakan jika penggalangan dana dalam bentuk sumbangan tidak boleh ditentukan.

Kepala Ombudsman Jatim, Agus Mustakhin, mengatakan penggalangan dana ataupun sumbangan harus dilakukan melalui rapat komite dan juga tidak boleh menentukan nominal. Jika dalam prakteknya penarikan sumbangan ditentukan sebuah nominal, maka hal tersebut bisa diartikan adalah pungutan.

“Penggalangan dana tidak boleh ditentukan minimalnya. Kalau asumsi dari komite dan sekolah disebut sumbangan dan padahal sudah ditentukan nominalnya itu gugur secara otomatis,” kata Agus, Senin, 2 Oktober.

Menurutnya yang namanya sumbangan tidak ada batas minimal, tidak ada batas waktu menyetorkan, dan tidak bersifat paksaan. Jika dalam praktiknya justru ditentukan nominal, dan ada semacam paksaan yang tidak membual peluang untuk keberatan, menurutnya hal tersebut sudah jelas hal tersebut adalah pungutan.

“Tanpa lebih jauh kami melakukan pembuktian, itu sudah terindikasi kuat adanya praktik maladministrasi,” ungkap Agus.

Terlebih kasus ini terjadi pada taraf SMP. Menurut Agus, SD dan SMP merupakan pendidikan dasar yang tidak boleh ada pungutan ataupun sumbangan yang memberatkan bagi orang tua murid. Selama ini biaya pendidikan juga sudah ter-cover oleh dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

Agus menambahkan, jika memang ada selisih kekurangan dana BOS, maka dapat dibicarakan dalam forum rapat komite sekolah. Namun, dalam rapat komite tersebut tidak diperbolehkan untuk memutuskan jumlah nominal serta tenggat waktu untuk pembayaran sumbangan yang dimaksud.

“Kami minta agar dihentikan penggalangan dana bersifat sumbangan, yang intinya pungutan dibalut sumbangan,” ujar Agus.