Ombudsman Desak Presiden Jokowi Terbitkan Perpres Cegah Rangkap Jabatan di BUMN
ILUSTRASI/Kantor Kementerian BUMN (ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA - Ombudsman RI mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan peraturan presiden (Perpres) memperjelas batasan dalam penempatan seseorang pada jabatan struktural dan fungsional di Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Hal ini dilakukan guna mencegah terjadinya rangkap jabatan di perusahaan pelat merah seperti yang belakangan kerap menjadi perhatian publik.

"Kami sudah memberikan catatan pada presiden untuk menerbitkan Perpres pembatasan agar bisa dijalankan secara efektif," kata anggota Ombudsman RI Ahmad Alamsyah Saragih dalam kegiatan peluncuran laporan tahunan Ombudsman RI Tahun 2020 yang digelar secara daring dan disiarkan di YouTube, Senin, 8 Februari.

Dikutip dari laporan Ombusman, ditemukan 397 komisaris yang terindikasi rangkap jabatan di BUMN dan 167 komisaris rangkap jabatan di anak usaha BUMN pada 2019 lalu.

Tak hanya itu, Ombudsman juga menemukan dominasi sejumlah kementerian dan lembaga tertentu dalam penempatan komisaris di BUMN dengan rician 112 komisaris BUMN terindikasi rangkap jabatan di non-kementerian; 254 komisaris terindikasi rangkap jabatan di Kementerian; dan 31 komisaris BUMN berasal dari lingkungan akademisi.

Kembali ke Alamsyah, dia mengatakan rangkap jabatan di perusahaan pelat merah ini terjadi karena adanya upaya untuk meningkatkan remunerasi atau pemberian gaji dari perusahaan kepada karyawannya.

"Ini semata-mata masalah remunerasi. Kita harus jujur karena kita terbiasa berkelit dengan alasan bermacam-macam," tegasnya.

"Setelah kita mendalami dan bertemu dengan Pak Erick Thohir, kesimpulan kami, rangkap jabatan ini semata-mata problemnya adalah untuk meningkatkan remunerasi," imbuh dia.

Dengan begitu ke depan, masalah rangkap jabatan ini diminta dikaji jalan keluarnya oleh pemerintah sehingga dapat menciptakan rasa keadilan terhadap sesama pejabat.

"Jalan keluarnya harus kita pikirkan bagaimana agar peningkatan remunerasi ini tidak mengganggu rasa keadilan terhadap sesama pejabat pemerintah itu sendiri," pungkasnya.