Musim Kemarau Justru Beri Keuntungan bagi Perajin Krey di Lebak Banten, Omzet Naik 100 Persen
Seorang perajin di Desa Rangkasbitung Timur, Kabupaten Lebak, Banten tengah menjemur krey sawit yang siap dipasok ke Depok, Jawa Barat dengan harga Rp50 ribu per lembar. (Dok. ANTARA/Mansyur)

Bagikan:

LEBAK - Analisis iklim yang dilakukan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menunjukkan saat ini tengah terjadi puncak musim kemarau di beberapa wilayah di Indonesia.

Namun musim kemarau ternyata juga memberi keuntungan bagi perajin krey sawit di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten yang omzetnya naik 100 persen dalam musim kemarau ini, sehingga menghasilkan Rp30 juta per pekan dengan harga Rp50 ribu per lembar krey.

"Kenaikan omzet itu, karena permintaan pedagang penampung cenderung meningkat," kata Awang (45), seorang perajin krey sawit, di Desa Rangkasbitung Timur, Kabupaten Lebak, Sabtu.

Selama ini, permintaan krey terjadi peningkatan dan perajin merasa kewalahan untuk melayaninya, terlebih bahan baku agak kesulitan.

Bahan baku krey itu limbah pelepah pohon kelapa sawit yang didapati dari perkebunan milik perusahaan PTPN III Cisalak Rangkasbitung.

Para perajin memasok ke penampung di Depok satu pekan sebanyak 600 krey, sehingga bisa menghasilkan omzet Rp30 juta. Padahal, sebelumnya hanya 150 krey dengan omzet Rp15 juta per pekan.

"Kami sangat terbantu adanya peningkatan permintaan penampung itu," katanya menjelaskan.

Sabar (50), perajin krey lainnya mengaku dirinya sejak kemarau terjadi peningkatan permintaan hingga 200 lembar dari sebelumnya 100 lembar per pekan.

Produksi krey itu dipasok ke Bogor setiap pekan sekali dengan harga Rp50 ribu/lembar krey.

"Dari 100 lembar itu bisa menghasilkan omzet pendapatan Rp100 juta per pekan dari sebelumnya Rp5 juta per pekan," kata Sabar.

Begitu juga perajin lainnya Anda (55), warga Cihiyang Rangkasbitung, Kabupaten Lebak mengaku meningkatnya permintaan pasar dipastikan dapat menggerakkan roda perekonomian masyarakat setempat.

Produksi krey juga melibatkan para pekerja, mulai dari pencari bahan baku pelapah kelapa sawit hingga merajut krey dengan menggunakan tambang.

Perajin krey di wilayahnya tercatat 50 perajin, dan mereka sudah berjalan selama 20 tahun dan pertama kali yang mengembangkannya itu dari perajin di Sumatera.

"Kami meyakini meningkatnya permintaan pasar dipastikan dapat mengatasi kemiskinan dan pengangguran," kata Anda lagi.

Ia menyebutkan, biasanya memasuki musim kemarau maupun hujan membawa berkah bagi perajin krey sawit, karena permintaan konsumen meningkat.

Kegunaan krey sawit itu oleh konsumen untuk perlindungan ruangan, agar tidak terkena air hujan juga kepanasan dari terik matahari.

Saat ini, perajin krey sawit di Rangkasbitung tumbuh dan berkembang di sekitar perkebunan kelapa sawit di Rangkasbitung, Cimarga, Cileles dan Banjarsari.

"Kami sudah 17 tahun menggeluti kerajinan krey bisa memperbaiki rumah, juga menyekolahkan anak," katanya menambahkan.

Toto (55), seorang pengepul krey mengaku dirinya selama dua pekan terakhir melayani permintaan pedagang pengecer di wilayah Serang dan Cilegon sebanyak 2.000 lembar atau naik dari sebelumnya 1.000 lembar.

Sebanyak 2.000 lembar krey itu dengan harga Rp50 ribu, sehingga total Rp100 juta, padahal sebelumnya hanya Rp50 juta/bulan.

"Kami memasok krey ke tingkat pedagang dengan sistem kontan, karena menampung dari perajin dengan tunai," pungkas Toto, dikutip dari ANTARA, Sabtu, 30 September.