Pakar Indef Racik Cara Cegah Kontraksi Pertumbuhan, Konsumsi jadi Resep Utama
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati (Foto: Istimewa)

Bagikan:

JAKARTA – Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati telah memprediksi bahwa kontraksi pertumbuhan ekonomi pada sepanjang 2020 disebabkan oleh anjloknya tingkat konsumsi rumah tangga.

Analisa tersebut kemudian dibenarkan oleh laporan Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebut bahwa konsumsi rumah tangga amblas ke level minus 2,63 persen yang merupakan cerminan dari rendahnya daya beli masyarakat.

Selain itu, Enny juga mengungkapkan bahwa faktor lain yang membuat pertumbuhan ekonomi nyungsep pada tahun lalu adalah rendahnya pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau yang kerap disebut investasi.

“Konsumsi turun apalagi sampai minus sudah pasti investasi akan ikut turun. Ini karena 80 persen produk yang dihasilkan oleh investasi terserap oleh pasar dalam negeri. Jadi upaya strategis yang bisa dilakukan pemerintah adalah menjaga konsumsi tetap stabil,” ujarnya kepada VOI, Jumat, 5 Februari.

Adapun dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang digulirkan pemerintah terbukti tidak mampu menahan laju kontraksi pertumbuhan.

“Kalau narasi yang dibangun oleh pemerintah dengan mengatakan bahwa kalau tidak ada dana PEN pertumbuhan bisa lebih dalam lagi minusnya, ini saya pikir bukan jawaban yang relevan,” tuturnya.

Enny menegaskan bahwa harus ada sebuah ukuran yang bisa menghitung berapa efektivitas dari penggunaan dana PEN yang ratusan triliun itu.

“Penting juga dibentuk semacam skema mitigasi dari dampak pandemi ini agar efektivitas PEN bisa tepat sasaran,” katanya.

Ekonom Indef itu juga mengkritisi strategi pemerintah yang  cenderung fokus untuk menangani sektor finansial dalam negeri ketimbang menjaga tingkat konsumsi rumah tangga.

“Memang benar dengan kebijakan keuangan seperti restrukturisasi kredit di perbankan dan perusahaan pembiayaan bisa menjaga konsumsi, tapi itu membutuhkan waktu untuk proses transmisinya di lapangan agar bisa sampai ke masyarakat,” kata dia.

Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, BPS merilis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada sepanjang 2020 mengalami kontraksi minus 2,07 persen secara tahunan dibandingkan dengan periode 2019.

Lembaga pimpinan Suhariyanto itu menyebut bahwa produk domestik bruto (PDB) 2020 atas dasar harga berlaku sebesar Rp15.434,2 triliun atau Rp56,9 juta perkapita.

Jika menengok pertumbuhan dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga dan investasi berkontribusi sebesar 89,4 persen dari pembentukan PDB tahun lalu.