Bagikan:

JAKARTA - Pengamat politik Maksimus Ramses Lalongkoe menilai, isu kudeta yang diembuskan oleh Ketua Umum Partai Demokrat merupakan upaya menarik empati masyarakat untuk mendapatkan dukungan. 

Penilaian ini muncul karena dia melihat isu kudeta ini tak hanya disampaikan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), tapi juga petinggi partai lainnya.

"Ya sebenarnya itu hak mereka. Tapi kan pimpinan partai ini, kan politisi. Politisi bagaimana mereka bisa membangun empati, membangun keterlibatan masyarakat, pendukung," kata Maksimus saat dihubungi VOI, Sabtu, 6 Februari.

Maksimus menganalogikan, kegaduhan ini sama seperti orang yang sedang berkelahi. Karena tak bisa diselesaikan sendiri, maka orang yang terdesak akan meminta tolong ke pihak yang lain.

"Ini kan sama seperti orang kalau berkelahi. Kalau dia enggak punya kekuatan, dia takut, maka dia bisa teriak-teriak. Nah, dengan berteriak dia seolah ingin membangunkan orang di sekitarnya kalau dia takut. Ini analoginya begitu," jelasnya.

Kata Maksimus, isu kudeta ini kerap terjadi dengan partai lain. Isu ini biasanya muncul dari internal.

"Tidak mungkin juga, katakanlah ada yang ingin melakukan pengambilalihan posisi tersebut kalau enggak ada orang-orang internal yang membangun komunikasi," tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, AHY mengatakan, ada gerakan yang berupaya melengserkan dirinya dari jabatan Ketua Umum Partai Demokrat.

Gerakan ini digaungi oleh lima tokoh. Mereka terdiri dari satu orang kader aktif Demokrat, satu kader yang sudah 6 tahun tidak aktif, satu mantan kader yang diberhentikan sejak 9 tahun dengan tidak hormat akibat korupsi, satu kader yang telah keluar dari partai 3 tahun yang lalu, dan satu nonkader Partai Demokrat. 

AHY bilang, satu orang tokoh yang bukan berasal dari internal partai ini merupakan pejabat tinggi di pemerintahan Presiden Joko Widodo. Belakangan, nama Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko muncul sejalan dengan isu ini.

Menanggapi isu ini, Moeldoko sudah menyatakan bahwa meski ia memang pernah bertemu dengan sejumlah kader dan bekas petinggi Demokrat namun ia tidak pernah berniat untuk melakukan kudeta di tubuh partai Demokrat.

"Saya ini orang luar, tidak punya hak apa-apa gitu loh, yang punya hak kan mereka di dalam. Apa urusannya? Tidak ada urusannya, 'wong' saya orang luar," kata Moeldoko.

Moeldoko mengaku juga menghormati pendiri partai Demokrat sekaligus Presiden ke-6 RI Soesilo Bambang Yudhoyono.

"Saya ini siapa sih? Saya ini apa? Biasa-biasa saja. Di Demokrat ada pak SBY, ada putranya mas AHY, apalagi kemarin dipilih secara aklamasi. Kenapa mesti takut ya? Kenapa mesti menanggapi seperti itu? Biasa-biasa saja begitu. Jadi dinamika dalam sebuah apa partai politik itu biasa," ungkap Moeldoko.