Bagikan:

JAKARTA - Tim penyelamat yang melakukan pencarian dan evakuasi di lokasi bencana banjir Libya di Kota Derna, mengkhawatirkan kondisi banyaknya jenazah, saat jumlah korban bencana terus bertambah, sementara para kerabat putus asa mencari korban yang selamat.

Badai besar yang menyapu kawasan kota di pesisir tersebut pada akhir pekan, menyebabkan bendungan di atas Kota Derna tersebut jebol pada Minggu malam, menyapu gedung dan rumah saat penghuninya tengah terlelap.

Pantai dipenuhi dengan pakaian, mainan, perabotan, sepatu dan harta benda lainnya yang tersapu arus deras dari rumah-rumah.

Jalanan tertutup lumpur tebal dan dipenuhi pepohonan tumbang serta ratusan mobil rusak, banyak yang terbalik atau atapnya terbalik. Satu mobil terjepit di balkon lantai dua sebuah bangunan yang hancur.

Para pejabat menyebutkan jumlah orang hilang sebanyak 10.000 orang. Badan bantuan PBB OCHA mengatakan jumlah korban setidaknya mencapai 5.000 orang.

Kerusakan terlihat jelas dari titik-titik tinggi di atas Derna, di mana pusat kota yang padat penduduk, yang dibangun di sepanjang dasar sungai musiman, kini berupa tanah datar berbentuk bulan sabit dengan hamparan air berlumpur yang berkilauan di bawah sinar matahari. Bangunan-bangunan tersapu.

Jumlah korban tewas yang diberikan oleh para pejabat sejauh ini bervariasi, namun semuanya mencapai ribuan.

Hichem Abu Chkiouat, Menteri Penerbangan Sipil di pemerintahan yang memerintah Libya timur, mengatakan kepada Reuters seperti dilansir 14 September, jumlah korban tewas yang telah dihitung sejauh ini mencapai 5.300 orang.

Jumlah tersebut kemungkinan akan meningkat secara signifikan dan bahkan mungkin dua kali lipat, katanya.

"Laut terus-menerus membuang puluhan mayat," katanya melalui telepon.

Sedangkan Tariq Kharaz, juru bicara otoritas timur, mengatakan 3.200 jenazah telah ditemukan, 1.100 di antaranya belum teridentifikasi.

Terpisah, Wali Kota Derna Abdulmenam al-Ghaithi mengatakan kepada televisi Al Arabiya, perkiraan jumlah kematian di kota itu bisa mencapai 18.000 hingga 20.000 berdasarkan jumlah distrik yang hancur akibat banjir.

Lebih lanjut al-Ghaithi mengatakan, tim penyelamat telah tiba dari Mesir, Tunisia, Uni Emirat Arab, Turki dan Qatar.

"Kami sebenarnya membutuhkan tim yang khusus menangani pemulihan jenazah," katanya.

"Saya khawatir kota ini akan tertular epidemi karena banyaknya jenazah yang tertimbun reruntuhan dan di dalam air," ungkap al-Ghaithi.

Tim pencarian dan penyelamat pun memiliki kekhawatiran serupa, mengungkapkan kebutuhannya akan tas untuk jenazah.

"Kami membutuhkan tas untuk jenazah," Lutfi al-Misrati, direktur tim pencarian, mengatakan kepada Al Jazeera.

Terkait masyarakat yang mengungsi, badan migrasi PBB, Organisasi Internasional untuk Migrasi, mengatakan setidaknya 30.000 orang telah mengungsi dari Derna.

Diketahui, operasi penyelamatan diperumit oleh perpecahan politik yang mendalam di negara berpenduduk 7 juta orang yang tidak memiliki pemerintahan pusat yang kuat, terus mengalami konflik bersenjata sejak pemberontakan yang didukung NATO yang menggulingkan Muammar Gaddafi pada tahun 2011.

Pemerintah Persatuan Nasional (GNU) yang diakui secara internasional berbasis di Tripoli, di barat. Sementara, pemerintahan paralel beroperasi di timur, termasuk Derna.

Perdana Menteri Libya yang berbasis di Tripoli, Abdulhamid al-Dbeibah, menyebut banjir tersebut sebagai bencana yang belum pernah terjadi sebelumnya. Ketua Dewan Kepresidenan Libya Mohammed al-Menfi menyerukan persatuan nasional.

Jenazah puluhan migran Mesir yang menjadi korban badai di Libya tiba pada Hari Rabu di Beni Suef, sekitar 110 km (68 mil) selatan Kairo, media Mesir melaporkan.