Bagikan:

JAKARTA - Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden pada Hari Kamis menjanjikan era baru setelah kebijakan luar negeri pendahulunya, Donald Trump. Dalam pidato diplomatik pertamanya sebagai Presiden AS, Joe Biden menyatakan, 'America is Back'.

Dalam pidatonya, Presiden Joe Biden mengisyaratkan pendekatan agresif ke China dan Rusia, mendesak para pemimpin militer Myanmar untuk menghentikan kudeta mereka, dan menyatakan diakhirinya dukungan AS untuk kampanye militer yang dipimpin Arab Saudi di Yaman.

“Kepemimpinan Amerika harus menghadapi momen baru dalam memajukan otoritarianisme, termasuk ambisi China yang berkembang untuk menyaingi Amerika Serikat dan tekad Rusia untuk merusak dan mengganggu demokrasi kita. Kita harus menghadapi momen baru, mempercepat tantangan global dari pandemi krisis iklim hingga proliferasi nuklir,” kata Presiden Joe Biden, melansir Reuters.

Dalam pidatonya, Presiden Joe Biden menuturkan Ia berbicara dengan cara yang berbeda dibanding pendahulunya, saat menghubungi Presiden Rusia Vladimir Putin. Ia mengungkapkan, Amerika Serikat telah sepakat dengan Rusia untuk memperpanjang perjanjian stabilitas nuklir New START dengan Rusia. 

“Saya menjelaskan kepada Presiden Putin, dengan cara yang sangat berbeda dari pendahulu saya, bahwa hari-hari Amerika Serikat berguling-guling di hadapan tindakan agresif Rusia, mengganggu Pemilu kami, serangan siber, meracuni warganya, telah berakhir,” dia berkata.

Dan, Presiden Joe Biden juga mengaku prihatin terkait dengan kasus penahanan kritikus Kremlin, Alexei Navalny yang dinilainya sebagai bagian dari upaya untuk menekan kebebasan berekspresi dan berkumpul dengan damai.

Terkait dengan China, Presiden Joe Biden menyebut Beijing sebagai 'pesaing kami yang paling serius'. China, yang memperluas militernya dan berupaya untuk menumbuhkan pengaruhnya di seluruh dunia, mungkin merupakan tantangan internasional terbesar Biden saat ia memulai masa kepresidenannya.

“Kami akan menghadapi pelanggaran ekonomi China, melawan tindakan agresif dan koersifnya untuk mendorong kembali serangan China terhadap hak asasi manusia, kekayaan intelektual, dan pemerintahan global. Tapi kami siap bekerja dengan Beijing jika Amerika berkepentingan untuk melakukannya," paparnya.

“Kami adalah negara yang melakukan hal-hal besar. Diplomasi Amerika mewujudkannya dan pemerintahan kami siap untuk mengambil alih dan memimpin sekali lagi,” pungkasnya.