DKI Tak Setuju Kemenkeu Potong Insentif Tenaga Kesehatan
ILUSTRASI/VOI

Bagikan:

JAKARTA - Wakil Gubernur DKI tidak sependapat dengan rencana Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang akan memotong insentif tenaga kesehatan yang menangani pasien COVID-19.

“Kalau DKI selalu memberikan perhatian pada peningkatan SDM kesejahteraan masyarakat, kepedulian kita pada tenaga kesehatan dan tenaga SDM lainnya," kata Riza di Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Kamis, 4 Februari.

Menurut Riza, selama ini tenaga kesehatan merupakan posisi paling penting dalam menyelamatkan masyarakat dari pandemi COVID-19.

"Tentu kita tahu selama ini para tenaga kesehatan yang berada di garda yang paling penting di benteng terakhir untuk dapat menyelamatkan warga masyarakat," ujar dia.

Karena itu, Riza meminta pemerintah pusat tetap memberikan perhatian tenaga kesehatan yang berjasa dalam penanganan pandemi.

"Mudah-mudahan ada kebijakan pemerintah yang lebih baik terhadap perhatian kita kepedulian kita terhadap tenaga kesehatan termasuk pentingnya insentif bagi tenaga kesehatan," ungkapnya.

Diketahui pemerintah akan melanjutkan pemberian insentif bagi tenaga kesehatan (nakes) pada periode 2021.  Meski demikian, besaran stimulan tersebut nampaknya akan lebih sedikit dibandingkan dengan yang diterima pada 2020.

Pasalnya, telah beredar salinan Surat Keputusan Menteri Keuangan nomor: S-65/MK.02/2021 terkait ketetapan besaran insentif tenaga kesehatan. Dalam dokumen yang ditandatangani oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani pada 1 Februari itu dijelaskan mengenai penyesuaian besaran insentif.

Pertama, dokter spesialis akan diberikan insentif sebesar Rp7,5 juta dari sebelumnya Rp15 juta. Lalu, dokter umum dan gigi Rp5 juta dari sebelumnya sebesar Rp10 juta, bidan/perawat Rp3,75 juta dari Rp75 juta, dan tenaga kesehatan lain sebesar Rp2,5 juta dari sebelumnya yang sebesar Rp5 juta. Adapun, santunan kematian tidak berubah, yakni tetap Rp300 juta.

“Pelaksanaan atas satuan biaya tersebut agar memperhatikan hal-hal berikut: satuan biaya tersebut merupakan batas tertinggi yang tidak dapat dilampaui. Satuan biaya berlaku terhitung mulai bulan Januari 2021 sampai dengan bulan Desember 2021, dan dapat diperpanjang kembali jika ada kebijakan baru,” tulis surat keputusan Menteri Keuangan.