JAKARTA - Koordinator Nasional Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim mengaku khawatir adanya Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri terkait seragam untuk peserta didik dan tenaga kependidikan, tidak akan implementatif.
“Saya khawatir SKB ini tidak akan implementatif, karena sanksinya tidak jelas. Kita tahu dalam konteks otonomi daerah, sanksi apa yang bisa diberikan, tidak mungkin pemecatan atau sanksi yang keras sekalipun, paling hanya himbauan,” ujar Satriwan saat dihubungi dari Jakarta, dilansir Antara, Kamis, 4 Februari.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Agama menerbitkan SKB tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut Bagi Peserta Didik, Pendidik dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang Diselenggarakan Pemerintah Daerah pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.
Dalam SKB tersebut dijelaskan bahwa pemda dan kepala sekolah wajib mencabut aturan yang mewajibkan penggunaan seragam dengan atribut keagamaan paling lama 30 hari sejak keputusan itu ditetapkan.
Jika terjadi pelanggaran terhadap keputusan bersama ini, maka ada beberapa sanksi yang bisa diberikan secara spesifik kepada pihak yang melanggar pemda dapat memberikan sanksi kepada kepala sekolah , pendidik, dan atau tenaga kependidikan, gubernur memberikan sanksi kepada bupati atau wali kota, Kemendagri memberikan sanksi kepada gubernur, dan Kemendikbud memberikan sanksi kepada sekolah terkait BOS dan bantuan pemerintah lainnya.
“Oleh karena itu, sanksinya tidak terlalu tegas. Saya tidak mengharapkan hasil yang terlalu besar karena Permendikbud 45/2014 tentang seragam sekolah sendiri tidak direvisi,” tambah dia.
Permendikbud 45/2014 yang diterbitkan pada era Mendikbud Mohammad Nuh tersebut mengatur mengenai seragam sekolah. Permendikbud itu juga memberikan peluang sekolah dan daerah untuk menerapkan himbauan menggunakan atau melarang jilbab bagi siswi.
BACA JUGA:
Dalam lampiran Permendikbud tersebut juga secara rinci membahas mengenai jenis seragam, panjang dan pendek celana maupun baju yang digunakan, bahkan di dalamnya juga tentang pakaian seragam khas muslimah.
“Jadi walaupun SKB sudah ditandatangani, tapi Permendikbud tetap ada. Nah Permendikbud ini yang menjadi acuan teknis sekolah dalam menentukan penggunaan seragam, karena berbicara teknis,” terang dia.
Satriwan menyarankan Kemendikbud agar memperkuat komite sekolah, karena komite sekolah yang dapat mengevaluasi dan memberikan masukan kebijakan pada satuan pendidikan dalam membuat aturan.
“Seharusnya tadi, Kemendagri juga merinci dan menyebutkan daerah mana saja yang membuat aturan diskriminatif dalam konteks seragam sekolah baik yang melarang maupun mewajibkan jilbab. Dari pantauan P2G ada di sejumlah daerah seperti Maumere, Manokwari, Banyuwangi, Bali, bahkan Padang,” jelas Satriwan.