Tak Memiliki Wewenang Anulir Perda Intoleran atau SARA, Mendagri Tito Karnavian Ajak Masyarakat Gugat ke MA
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian (Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian mengatakan, masyarakat dapat melakukan gugatan pada peraturan daerah (Perda) yang dinilai intoleran.

Gugatan dapat dilayangkan dengan melakukan uji materi ke Mahkamah Agung (MA).

Hal ini disampaikan Mendagri Tito di sela penandatangan SKB tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut Bagi Peserta Didik, Pendidik dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah secara daring, Rabu, 3 Februari. 

“Mekanisme lainnya, yakni gugatan dari pihak ketiga atau pihak yang dianggap berbeda pendapat tentang perda dimaksud (intoleran), diajukan ke MA, karena untuk setingkat perda yang menguji adalah MA," tegas Tito dilansir Antara

Tugas Kemendagri adalah melakukan pembinaan dan mendorong dilakukan revisi pada perda tersebut di DPRD.

Sejauh ini, pihaknya sudah menugaskan Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum untuk mengevaluasi dan mengkaji tentang peraturan daerah yang berbau intoleransi. 

“Saya tidak ingin spesifik daerah mana saja dan apa saja temuannya. Namun ada hal lain, kalau dulu Kemendagri dapat menganulir perda yang berbau SARA atau intoleran, tapi dengan keputusan MK pada 2015, Kemendagri tidak lagi mempunyai kewenangan melakukan evaluasi atau menganulir perda yang ditetapkan daerah," paparnya.

Kemendagri juga memiliki tugas pembinaan daerah yang membina dan mengawasi pemda. Ada sejumlah instrumen yang dapat dilakukan dalam rangka untuk mencegah pembentukan Perda SARA atau intoleran, yakni pada saat mekanisme penyusunan rancangan perda.

“Ada kewenangan dari Ditjen Otonomi Daerah untuk melakukan fasilitasi. Jika ada momen atau substansi yang mengarah pada intoleran dan membahayakan, kita bisa melakukan masukan dan koreksi," ujar Tito.

Tujuan dari hal ini yaitu menjaga daerah sesuai dengan nilai pluralisme, toleran dan moderat.

Sejumlah aturan sekolah yang mewajibkan maupun melarang atribut keagamaan berakar dari sejumlah perda yang disinyalir intoleran.


Pemerintah menerbitkan SKB Tiga Menteri yang mengatur tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut Bagi Peserta Didik, Pendidik dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang Diselenggarakan Pemerintah Daerah pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.



Dalam SKB tersebut dijelaskan bahwa penggunaan seragam dengan atribut keagamaan merupakan keputusan pribadi dan bukan keputusan sekolah maupun Pemda.