JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menutup masa pemberian masukan dan tanggapan masyarakat atas DCS, Senin 28 Agustus 2023 Pukul 23.59 WIB. KPU mengaku tak banyak mendapatkan masukan dan tanggapan karena berhasil melakukan tindakan preventif dan persuasif.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menyebutkan, klaim keberhasilan tindakan persuasif dan preventif KPU ini terlalu berlebihan.
"Sesungguhnya KPU mencari tahu lebih jauh alasan sedikitnya masukan dan tanggapan masyarakat terkait DCS. Formappi menduga terbatasnya masukan masyarakat karena informasi awal dari KPU tak menarik bagi masyarakat untuk ditindaklanjuti melalui masa pemberian masukan dan tanggapan," jelas Lucius dalam pesan elektronik yang diterima VOI, Selasa, 29 Agustus.
Minimnya aspek personal caleg yang ditampilkan KPU menggambarkan ketertutupan. Sehingga, sambung Lucius, gairah memberitahu KPU hilang karena masyarakat merasa masukan dan tanggapan yang diberikan nantinya juga akan disimpan KPU atau dijadikan bahan curhatan KPU ke Parpol.
"KPU gagal memperlihatkan fungsi mereka yang tak hanya melayani parpol semata tetapi juga pemilih. Membatasi informasi caleg demi menjaga hubungan baik dengan parpol adalah bentuk pengabaian KPU pada fungsi mereka sebagai pelayan masyarakat," sindir Lucius.
Paling penting, KPU bahkan tak membaca, mencermati dan tak peduli dengan akurasi data dan informasi yang mereka sampaikan ke publik melalui sistem informasi yang dikelola oleh KPU sendiri.
Beberapa masalah yang ditemukan Formappi yaitu kesalahan penulisan jenis kelamin pada dua caleg dari Partai Gelora masing-masing Fauzi Ramadhan Dapil Aceh II, nomor urut dua dan Silas Heluka, M. M, Dapil Papua Pegunungan, nomor urut tiga.
"Keduanya tertulis berjenis kelamin perempuan padahal berdasarkan penelusuran diduga keduanya bergender laki-laki. Ini membuktikan bahwa KPU tak membaca, mencermati, dan memahami informasi yang ada di dalam kendali mereka,"
"Bagaimana bisa ada kesalahan beruntun terkait akurasi data DCS Caleg? Itu artinya bahkan KPU tak peduli dengan akurasi data itu," tegas Lucius.
Lucius bilang, menyalahkan operator parpol untuk kesalahan yang berada di ranah kerja KPU hanya menunjukkan hilangnya rasa tanggung jawab KPU atas validasi data yang ia bagikan ke publik.
"Saya kira sih lagi-lagi KPU tidak profesional, tidak bertanggungjawab, dan tidak mampu menjadi penyelenggara, ujar Lucius.
BACA JUGA:
Harusnya temuan kesalahan pada sistem mereka diakui sebagai kesalahan mereka sendiri dan sebagai bentuk pertanggungjawabannya harus ada aksi nyata dari KPU seperti meminta maaf atau mengundurkan diri.