Bawaslu Cek Data Bakal Caleg Mantan Koruptor
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja/ANTARA/Laily Rahmawaty

Bagikan:

JAKARTA - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) bakal mengecek data bakal calon legislatif berstatus mantan koruptor apakah sudah melewati masa lima tahun untuk bisa mencalonkan diri sebagai peserta Pemilihan Umum 2024.

Hal ini menindaklanjuti catatan Indonesia Corruption Watch (ICW) terkait daftar calon sementara (DCS) bakal calon anggota DPR RI Pemilu 2024 yang dirilis KPU terdapat mantan koruptor.

“Nanti kami cek apakah sudah jeda waktu lima tahun atau belum,” kata Ketua Bawaslu Rahmat Bagja dikutip ANTARA, Selasa, 29 Agustus.

Bagja mengatakan pengecekan dilakukan setelah data DCS diumumkan KPU secara keseluruhan.

“Nanti tunggu KPU, pengumuman DCS KPU kan sudah mulai keluar,” kata Bagja.

Indonesia Corruption Watch (ICW) sebelumnya menyoroti daftar calon sementara (DCS) bakal calon anggota DPR Pemilu 2024 yang dirilis KPU. ICW mencatat terdapat 12 nama mantan koruptor dalam DCS bakal caleg, baik tingkat DPR maupun DPD yang dipublikasikan pada 19 Agustus 2023.

Ada 7 bacaleg DPR yang berstatus mantan terpidana korupsi.

Dua orang caleg berasa. dari PDIP. Selain Rokhmin, ada Al Amin Nasution yang merupakan bacaleg DPR PDIP Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Tengah VII.

Kemudian ada tiga dari Partai NasDem, yaitu Abdillah dari Dapil Sumatera Utara I, Abdullah Puteh dari Dapil Aceh II, dan Rahudman Harahap dari Dapil Sumatera Utara I.

Satu  caleg dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), yaitu Susno Duadji Dapil Sumatera Selatan II. Terakhir, satu dari Partai Golkar, yaitu Nurdin Halid Dapil Sulawesi Selatan II.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menilai apabila KPU tidak mengumumkan nama bakal caleg yang berstatus mantan koruptor, maka kondisi ini akan menambah rentetan kontroversi sejak awal penyelenggaraan tahapan pemilu.

Dia menilai KPU terkesan menutupi karena tidak kunjung mengumumkan status hukum mereka. Hal ini terkonfirmasi dari pernyataan salah satu anggotanya, yaitu Idham Holik yang menyatakan bahwa tidak ada perintah dalam undang-undang untuk mengumumkan status mantan terpidana para bakal calon anggota legislatif.

Menurut Kurnia, pernyataan itu justru bertolak belakang dengan janji Ketua KPU Hasyim Asy’ari yang pada akhir Juli 2023 menyatakan bahwa mantan terpidana korupsi yang didaftarkan sebagai bacaleg akan diumumkan saat penetapan DCS.

Tidak adanya pengumuman status terpidana korupsi dalam DCS, beber dia, akan menyulitkan masyarakat untuk berpartisipasi memberikan masukan dan tanggapan terhadap DCS secara maksimal. Terlebih, informasi mengenai daftar riwayat hidup para bakal caleg tidak disampaikan melalui laman KPU.

Jika pada akhirnya para mantan terpidana korupsi tersebut lolos dan ditetapkan dalam daftar calon tetap (DCT) tentu probabilitas masyarakat memilih calon yang bersih dan berintegritas akan semakin kecil,, ujar dia.

Padahal, katanya,  hasil survei jajak pendapat yang dipublikasikan Litbang Kompas menunjukkan bahwa sebanyak 90,9 persen responden tidak setuju mantan napi korupsi maju sebagai caleg dalam pemilu.

Ia mengatakan kondisi ini berbeda dengan Pemilu 2019 di mana KPU saat itu justru sangat progresif karena mengumumkan daftar nama caleg yang berstatus sebagai mantan terpidana korupsi.