JAKARTA - Direktorat Jenderal Imigrasi telah menolak masuk sebanyak 118 WNA ke Indonesia. Penolakan ini dilakukan sebagai upaya pencegahan penyebaran Virus Corona (Covid-19). Jumlah ini dihitung mulai dari tanggal 5-23 Februari an diperoleh dari seluruh Tempat Pemeriksaan Imigrasi di Indonesia.
Dari pernyataan resmi yang diterima VOI, Minggu, 23 Februari, jumlah penolakan WNA yang terbanyak terdapat di Tempat Pemeriksaan Imigrasi Ngurah Rai Bali sebanyak 89 orang. WNA yang ditolak masuk wilayah Indonesia tidak hanya dari China, namun beragam seperti Malaysia, Singapura, Amerika Serikat, dan beberapa negara Eropa dan Afrika.
Alasan penolakan antara lain karena WNA pernah tinggal atau singgah di wilayah China Daratan pada 14 hari sebelum memasuki wilayah Indonesia. Hal ini menjadi dasar bagi Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi menolak mereka sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI nomor 3 Tahun 2020 yang mengatur penghentian sementara Bebebas Visa Kunjungan, Visa on Arrival, dan pemberian izin tinggal keadaan terpaksa bagi WN China.
Selain menolak kedatangan WNA, Ditjen Imigrasi juga telah memberikan Izin Tinggal Keadaan Terpaksa kepada 1.247 WN China yang ada di Indonesia.
Kabag Humas dan Umum Ditjen Imigrasi Arvin Gumilang mengatakan, izin Tinggal Keadaan Terpaksa diberikan hanya kepada WN China yang sudah berada di Indonesia namun izin tinggalnya telah habis dan tidak bisa kembali ke negaranya karena adanya wabah Virus Corona serta tidak adanya alat angkut yang membawanya kembali ke negaranya.
BACA JUGA:
Sebelumnya, diberitakan kantor berita Jepang NHK, kemarin, Sabtu, 23 Februari bahwa seorang warga negara mereka dikabarkan terjangkit COVID-19 setelah berpergian ke Indonesia.
Dalam berita tersebut, dituliskan seorang pria berusia kira-kira 60 tahun terjangkit COVID-19 setelah berkunjung ke Indonesia pada 15 Februari dalam rangka berlibur bersama keluarga. Hanya saja, tak disebutkan ke mana tujuan warga Jepang itu di Indonesia ataupun identitasnya. Berita itu hanya menyebut pria tersebut bekerja untuk fasilitas kesehatan geriatri di Tokyo.
Informasi ini dibantah Sekretaris Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Achmad Yurianto. Dia mengatakan, Kemenkes tak bisa mengusut lebih jauh soal berita tersebut. Sebab, informasinya belum jelas, meski informasi tersebut sudah diketahui Kemenkes.
"Siapa nama orangnya dan Indonesianya di mana, ke mana sampai sekarang tidak ada jawaban. Terus saya mesti gimana menanggapinya? Nah, sudah juga ditanyakan ke KBRI Jepang sana mereka juga enggak tahu itu," kata Yuri ketika dihubungi VOI lewat sambungan telepon, Minggu, 23 Februari.