Bagikan:

JAKARTA - Sekretaris Menteri Koordinator (Menko) Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Andie Megantara memberikan klarifikasi mengenai potensi penyalahgunaan program bantuan sosial (bansos) oleh pihak-pihak tertentu untuk kepentingan politik menjelang tahun politik.

Ia memastikan bahwa bansos akan disalurkan dengan tepat sasaran karena Kemenko PMK telah memiliki mekanisme dan data penerima bantuan yang lengkap, termasuk nama dan alamat.

"Kalau masalah untuk politik kayaknya enggak deh. Karena kan modalitas kita sudah kuat ya. Artinya kita sudah punya data berdasarkan nama dan alamat, dari ranking terbawah sampai teratas, bahkan dengan persentase," kata Andie dalam keterangannya, Rabu 23 Agustus.

Ia memprediksi bahwa kemungkinan penyaluran bansos akan digunakan untuk kepentingan politik rendah karena pemerintah, khususnya Presiden Joko Widodo, sedang serius dalam program percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem pada akhir tahun 2024.

"Mestinya kemungkinan kecil untuk dibawa ke ranah politik karena Pak Presiden dan semua pihak terlibat serius dalam menangani masalah ini (kemiskinan ekstrem)," kata dia.

Namun, Andie mengakui adanya potensi klaim sepihak ketika bansos disalurkan. Ia membedakan antara mengondisikan dan mengklaim. Ia mengatakan bahwa jika seseorang mengatakan bahwa mereka berhasil memberikan bantuan karena usahanya, itu mungkin tidak bisa disalahkan. Namun, mengarahkan atau mengeklaim bahwa bansos merupakan upaya politik yang dapat mempengaruhi penerimaan bantuan adalah hal yang berbeda.

Andie kembali menegaskan bahwa Kemenko PMK memiliki data penerima bantuan dan terus memantau proses penyaluran bansos. Data tersebut mencakup lokasi, geotagging, dan informasi yang diperlukan untuk memastikan bahwa bansos benar-benar sampai kepada penerima yang membutuhkan.

Pada masa lalu, politisasi bansos pernah terjadi di beberapa daerah menjelang pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak pada tahun 2020.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mencatat bahwa ada personalisasi bansos yang membuatnya terlihat sebagai bantuan pribadi dari para calon, padahal sebenarnya bantuan tersebut berasal dari dana negara. Hal ini bisa menimbulkan kerawanan dan konflik.