Bagikan:

YOGYAKARTA - Bakal calon presiden (capres) Ganjar Pranowo mendampingi Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri meresmikan Patung Bung Karno di Omah Petroek, Pakem, Sleman, Yogyakarta, Rabu 23 Agustus.

Patung Bung Karno di Omah Petroek itu merupakan simbol Soekarno sebagai penggali nilai-nilai Pancasila yang harus tetap dilestarikan dan dijaga.

Selain Ganjar Pranowo, turut hadir mendampingi putri Soekarno itu adalah Hasto Kristiyanto Sekjen PDIP, Romo Sindhunata, dan seniman patung Dunadi. Para seniman lain, antara lain Butet Kartaredjasa, Encik Krisna, Totok Hedi Santosa, dan lainnya juga hadir dalam peristiwa kebudayaan itu.

"Ini ada tokoh-tokoh, Mas Dunadi pematung yang hebat, ada Romo Sindhunata, dan ini adalah satu tempat yang lanskapnya bagus banget. Ternyata di sini berkumpul para seniman, agamawan, tokoh masyarakat yang biasa berdiskusi banyak hal tentang problem bangsa dan bagaimana solusinya dengan pendekatan kebudayaan," kata Ganjar.

Patung Bung Karno setinggi enam meter tersebut dipahat oleh seniman atau pematung Dunadi. Patung itu memperlihatkan sosok Soekarno yang berdiri tegak dengan tangan kanan menunjuk ke arah Sang Saka Merah Putih yang ada di depannya. Sementara tangan kiri Soekarno menggenggam buku.

Patung itu merupakan simbol bagaimana Soekarno telah menggali nilai-nilai bangsa Indonesia yang kemudian ia namai sebagai Pancasila. Nilai-nilai Pancasila itu yang saat ini harus tetap dijaga sebagai ideologi bangsa Indonesia.

Bung Karno dalam menggali nilai-nilai Pancasila itu juga menggunakan pendekatan kebudayaan. Sehingga Bung Karno bisa menemukan lima hal mendasar yang dimiliki oleh Bangsa Indonesia yang dapat menjadi landasan ideologi sebagai sebuah negara. Menurut Ganjar, pendekatan kebudayaan ini juga yang dibutuhkan untuk menginternalisasi nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

"Menurut saya bagus sekali dan tentu saja ada nilai-nilai ke-Indonesia-an yang masuk dalam butir-butir Pancasila itu musti kita laksanakan. Maka Pancasila-nya musti in action dan di sinilah pendekatan-pendekatan budaya itu dilakukan. Saya kira lanskapnya bagus, optik patungnya bagus tapi nilainya jauh lebih bagus," kata Ganjar.

Dunadi selaku pembuat Patung Bung Karno itu mengatakan bahwa patung yang diresmikan itu merupakan pemberiannya untuk Omah Petroek. Ia memilih Patung Bung Karno karena terinspirasi oleh Omah Petroek yang sejuk, nyaman, bangunan yang megah dan toleransi.

"Ada perpustakaan di sini dan saya baca ada buku tentang Pancasila. Saya tergugah membuat patung Bung Karno di Omah Petroek karena beliau yang menggali nilai-nilai Pancasila. Omah Petroek ini simbol toleransi karena semua ada di sini," katanya.

Danadi juga mengatakan bahwa Bung Karno adalah sosok pemimpin yang juga seorang seniman yang luar biasa, karena banyak peninggalannya yang memiliki unsur seni tingkat tinggi. Ia berharap ke depan lahir pemimpin yang juga dapat merangkul seniman dan sosok itu mengarah kepada seorang Ganjar Pranowo.

Sementara itu, Megawati Soekarnoputri mengatakan Patung Bung Karno di Omah Petroek itu sangat sesuai. Sebab Bung Karno bukan hanya seorang politisi tetapi juga seniman. Ia bahkan mengaku sangat senang karena diundang untuk meresmikan Patung Bung Karno di tempat yang indah.

"Tidak mungkin kalau saya tidak mau datang ke tempat ini. Biasanya saya diundang pasti urusannya politik. Saya senang diundang di acara seperti ini. Ayah saya bukan hanya politisi tetapi juga seniman. Sejak kecil saya diajari seni, umur lima tahun sudah diajari menari," katanya saat memberikan sambutan.

Megawati menjelaskan, Soekarno sengaja mengajari seni, khususnya menari, kepada anak-anaknya agar dapat  mengolah rasa. Sebab dalam menari ada ketukan dan gerakan-gerakan sedangkan untuk berganti gerak biasanya menggunakan satu tanda tertentu.

"Biasanya pakai suara 'keprak', itu didengar telinga tapi juga dengan perasaan. Saya sering berpikir. Beruntung masih banyak tempat seperti ini. Saya yakin masih banyak tempat lain di daerah yang seperti ini."

"Tidak mudah menggeser, kalau istilah Bung Karno, kepribadian di bidang budaya. Rasa itu getaran di hati. Rasa itu tidak bisa diketahui oleh orang banyak. Kalau yang kumpul budayawan, rohaniawan. Itu cocok," ungkapnya.