JAKARTA - Polda Metro Jaya membongkar praktik peredaran obat keras yang masuk daftar G selama Januari hingga Agustus 2023. Hasilnya, 26 orang ditetapkan tersangka dan menyita 231.662 butir.
"Mulai bulan Januari sampai dengan Agustus ini total sudah ada 22 laporan polisi dan 26 tersangka yang dilakukan upaya paksa penangkapan untuk kepentingan penyelidikan lebih lanjut,” ujar Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak kepada wartawan, Selasa, 22 Agustus.
Puluhan orang yang ditetapkan tersangka merupakan importir, pemilik pabrik, ataupun pihak dari farmasi yang tidak mengikuti ketentuan yang berlaku, baik di toko obat, apotek, hingga tempat kesehatan lainnya.
Sedianya, Hexymer dan Tramadol merupakan obat keras yang masuk dalam daftar G, sementara Alprazolam termasuk jenis psikotropika golongan IV.
"Jadi apabila ditotal hasil pengungkapan dari Januari sampai Agustus 2023 yang kami sita sebanyak 39.185 butir Hexymer, kemudian 31.993 Alprazolam termasuk psikotropika gol IV. Kemudian Tramadol sebanyak 11.383 butir dan berbagai jenis obat lainnya,” papar Ade.
Tak hanya ratusan ribu obat, polisi juga menyita barang bukti berupa uang tunai senilai Rp26.849.000, 14 handphone, 4 bundel dan 3 strip resep dokter, 5.000 butir kapsul obat kosong, 1 mobil, dan 2 alat press obat.
“Apabila ditotal dari empat kasus dari Januari-Agustus, total nilai barang sebesar Rp 45.668.000.000,” kata Ade.
Dalam perkara ini, seluruh tersangka dipersangkakan dengan Pasal 196 jo Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) UU No 36 Nomor Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 60 angka 10 juncto angka 4 Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Atas Perubahan Pasal 197 juncto Pasal 106 UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Kemudian, Pasal 60 angka 10 juncto angka 4 Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang perubahan atas Pasal 197 juncto Pasal 106 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
BACA JUGA:
Serta Pasal 198 juncto Pasal 108 UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 62 ayat (1) juncto Pasal 8 ayat (1) UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pasal 86 ayat (1) juncto Pasal 46 ayat (1) UU No 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, Pasal 55 ayat (1) Kitab UU Hukum Pidana dan dijerat Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.