JAKARTA - Polda Metro Jaya menyebut adanya keterlibatan tenaga kesehatan dalam peredaran ilegal obat-obatan keras atau obat daftar G. Modusnya, menggunakan resep dokter.
"Modus operandi baru yang kita ungkap di sini adalah, peredaran obat daftar G atau obat-obat tertentu, oleh oknum tenaga kesehatan,” ujar Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak kepada wartawan, Selasa, 22 Agustus.
"Dalam hal ini adalah asisten dokter, asisten apoteker maupun pedagang obat yang dilakukan secara melawan hukum atau tidak sesuai dengan ketentuan," sambungnya.
Ada empat tenaga kesehatan yang ditetapkan sebagai tersangka kasus peredaran obat keras. Mereka berinisial APAH (42), S (27), RNI (20), dan ERS (49).
Untuk tersangka APAH dan S disebut berperan membeli obat keras dari apotik. Kemudian, mereka jual bebas masyarakat.
"RNI admin dokter sekaligus asisten apoteker, non tenaga medis, ERS, oknum perawat sudah memiliki STR namun tidak memiliki SIPP/tidak memiliki izin praktik sesuai kompetensi,” kata Ade.
Adapun, Polda Metro Jaya membongkar praktik peredaran obat keras yang masuk daftar G selama Januari hingga Agustus 2023. Hasilnya, 26 orang ditetapkan tersangka dan menyita 231.662 butir Hexymer, Tramadol dan Alprazolam.
Sedianya, Hexymer dan Tramadol merupakan obat keras yang masuk dalam daftar G, sementara Alprazolam termasuk jenis psikotropika golongan IV.
"Jadi apabila ditotal hasil pengungkapan dari Januari sampai Agustus 2023 yang kami sita sebanyak 39.185 butir Hexymer, kemudian 31.993 Alprazolam termasuk psikotropika gol IV. Kemudian Tramadol sebanyak 11.383 butir dan berbagai jenis obat lainnya,” papar Ade.
Tak hanya ratusan ribu obat, polisi juga menyita barang bukti berupa uang tunai senilai Rp26.849.000, 14 handphone, 4 bundel dan 3 strip resep dokter, 5.000 butir kapsul obat kosong, 1 mobil, dan 2 alat press obat.
“Apabila ditotal dari empat kasus dari Januari-Agustus, total nilai barang sebesar Rp 45.668.000.000,” kata Ade.