JAKARTA - Wakil Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Nova Harivan Paloh mempertanyakan sejauh mana Pemprov DKI menjalankan pengendalian kualitas udara di tengah buruknya polusi di Ibu Kota.
Salah satunya, masih ada warga yang membakar sampah di lingkungan perumahannya. Ketika ditegur, warga tersebut justru tidak terima. Hal ini didapat Nova dari laporan masyarakat di daerah pemilihannya.
"Masih banyak warga yang bakar sampah. Ditegur malah dimarahi," kata Nova dalam rapat kerja bersama jajaran Pemprov DKI Jakarta di gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa, 22 Agustus.
Kemudian, Nova juga menyinggung masalah debu batu bara yang mencemari kawasan Rusunawa Marunda. Pemprov DKI sebelumnya sudah memberi sanksi administrasi kepada perusahaan pelaku pencemaran. Namun, ternyata polusi debu batu bara tersebut masih menyerang warga.
Selain itu, Nova menyebut Pemprov DKI telah memiliki landasan aturan mengenai pengendalian kualitas udara Jakarta sejak 2019 yang salah satunya menggagas program uji emisi kendaraan bermotor.
Namun, Nova mengaku heran mengapa Pemprov DKI baru menjalankannya secara intensif saat polusi udara Jakarta makin memburuk.
"Soal emisi kendaraan, kenapa baru sekarang digembar-gemborkan bahwa kita ada Perda dan Pergub?" cecar Nova.
Menjawab hal itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto mengaku pihaknya terus melakukan penindakan hukum pada warga yang membakar sampah. Penindakan dilakukan bersama Satpol PP atas laporan masyarakat.
"Jadi setiap ada pengaduan bakar sampah, yang sampai ke kami itu pasti kami tindak lanjuti. Walaupun pembakaran sampahnya telah selesai, itu kami temui yang bersangkutan lalu memang kami kenakan sanksi," ungkap Asep.
BACA JUGA:
Merujuk pada Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah, warga dilarang membakar sampah yang mencemari lingkungan. Jika hal itu dilakukan, yang bersangkutan bisa dikenakan sanksi denda hingga Rp500 ribu.
Selama ini, lanjut Asep, warga yang ketahuan membakar sampah dikenakan denda Rp100 ribu hingga Rp300 ribu.
"Karena ada regulasinya pengenaan sanksi hal tersebut. Seinget saya kemarin itu warganya Rp100 ribu sampai Rp300 ribu. Memang masih bersifat efek jera," imbuh Asep.