Bagikan:

SURABAYA - Kapolda Jawa Timur Irjen Toni Harmanto menegaskan Grha Wismilak Surabaya merupakan aset milik Polda Jatim.

"Fakta di dalam proses penyidikan, aset ini sudah terdaftar dalam daftar inventaris Polda Jatim. Sehingga proses peralihan harus seizin Kementerian Keuangan, dan ini tidak ada," kata Irjen Toni dilansir ANTARA, Senin, 21 Agustus.

Menurutnya, Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Grha Wismilak memang dirancang tidak memiliki warkah. Beberapa penegasan dari proses yang harusnya izin dari Kementerian Keuangan dan warkahnya sendiri.

"Termasuk objek ukur dari surat sertifikat tanah ini yang sebetulnya tidak berada di sini tapi berada di Jalan Darmo 63-65. Sebetulnya obyek itu bukan di sini, tapi ada di sana. Tapi sertifikat itu prosesnya tetap diterbitkan," ujar Irjen Toni.

Irjen Toni menyatakan Grha Wismilak ini sudah menjadi daftar aset Polda Jatim dari tahun yang sebelum-sebelumnya.

"Makanya proses peralihan atau beralihnya ini yang kita anggap tidak betul. Kita sudah temukan fakta-fakta itu sendiri," ucapnya.

Terkait pengembalian aset Grha Wismilak Surabaya digunakan untuk apa nantinya, Irjen Toni tak merincinya.

"Karena ada histori di sini (Wismilak), kemudian yang terpenting proses peralihan aset ini tidak sebagaimana aturan yang ada," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jatim, Johanar menambahkan bahwa Grha Wismilak ini terdapat cacat administrasi dan pihaknya sudah melayangkan usulan kepada pemerintah pusat.

"Tetapi ada kendala di peraturan pemerintah Nomor 18 tahun 2021, karena sudah lebih dari lima tahun, maka belum bisa dibatalkan. Nanti kita cari solusinya dengan kementerian," ucapnya.

Jonahar sebelumnya mengungkapkan SHGB nomor 648 dan 649 tentang dugaan kasus sengketa tanah Grha Wismilak Surabaya terbukti cacat administrasi.

"Keterangan hari ini tentang SHGB 648 dan 649 tentang Grha wismilak Surabaya, setelah kita cocokkan data Kanwil BPN dan Kantor Pertanahan yang terbit tahun 1992 memang ada cacat administrasi dalam penerbitan Surat Keputusan (SK)," ujarnya.

Cacat administrasi itu yakni kesalahan terkait bangunan yang dimohon oleh pemohon dengan SK. "Cacatnya adalah yang dimohon itu letaknya di A SK-nya terbit di B. Jadi, yang dimohon (bangunan nomor) 63-65 tapi yang terbit di tempat berbeda yakni nomor 36-38," ucapnya.

Atas dasar itu, kata Jonahar, Kanwil BPN Jatim mengajukan pembatalan sertifikat hak atas tanah tersebut ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Republik Indonesia.

"Yang mengatakan bisa membatalkan itu pusat karena ada Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 apabila pemberian hak atas tanah (sertifikat lebih lima tahun) tidak bisa dibatalkan kecuali ada putusan pengadilan," ujar Jonahar.