Kemenhan Restui Kejagung Usut Tuntas Kasus Asabri yang Rugikan Negara Rp23 Triliun
Uru bicara Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Dahnil Anzar Simanjuntak (Foto: Twitter @dahnilanzar) Bagikan:

Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Pertahanan (Kemenhan) mendukung upaya pengusutan kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan keuangan dan investasi PT Asabri, oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).

Kemenhan juga mendukung Kejaksaan Agung mengusut tuntas kasus ini sampai tuntas. Dengan demikian, kasus ini akan terang dan siapa saja yang bermain dalam kasus ini.

"Kemenhan mendukung penuh upaya penegakan hukum yang adil dan berkeadilan terhadap siapa saja yang terlibat dalam korupsi Asabri, tanpa pandang bulu," kata Juru Bicara Menteri Pertahanan RI, Dahnil Anzar Simanjuntak kepada wartawan, Jakarta, Selasa, 2 Februari.

Dengan pengusutan tuntas kasus ini, kata dia, karena Asabri adalah yang mengelola dana Prajurit TNI. Pihak yang selama ini menjaga kedaulatan NKRI.

"Kemenhan tidak ingin ada preseden buruk seperti ini kembali terulang, apalagi disana ada hak-hak prajurit TNI yg selama ini menjaga kedaulatan NKRI," kata dia.

Dahnil mengatakan, sejak kasus ini mulai diselidiki oleh Kejaksaan Agung, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Kementerian BUMN. Hal ini untuk memastikan dana TNI aman.

"Sudah sejak awal Mas. Uang dan hak prajurit di Asabri aman," kata dia.

Diberitakan sebelumnya,Kejaksaan Agung menetapkan delapan orang tersangka kasus dugaan korupsi PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri). Dua orang di antaranya merupakan mantan Direktur Utama PT Asabri yaitu Mayjen (Purn) Adam Rachmat Damiri dan Sonny Widjaja.

Sementara, untuk enam tersangka lainnya yakni BE selaku mantan direktur keuangan PT Asabri; HS selaku Direktur PT Asabri; IWS selaku Kadiv Investasi PT Asabri; LP Dirut PT Prima Jaringan; BT dan HH.

Kasus dugaan korupsi ini terjadi selama tahun 2012 hingga 2019, PT. Asabri telah bekerja sama dengan beberapa pihak untuk mengatur dan mengendalikan dana investasi Asabri dalam investasi pembelian saham sebesar Rp10 triliun melalui pihak-pihak yang terafiliasi dan investasi penyertaan dana pada produk reksadana sebesar Rp13 triliun. 

Ini dilakukan melalui beberapa perusahaan manajemen investasi (MI) dengan cara menyimpang dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kasus ini diduga telah merugikan keuangan negara senilai Rp23 triliun

Perbuatan tersebut diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.