Bagikan:

JAKARTA - PDI Perjuangan menanggapi curhatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyinggung istilah 'Pak Lurah' dalam sidang tahunan MPR/DPR/DPD.

Ketua DPP PDIP Said Abdullah menjelaskan, sebutan 'Pak Lurah' merupakan ekspresi kecintaan dan panggilan sayang untuk Jokowi yang berkembang di antara elite, lalu meluas ke publik. 

"Itu sebenarnya memang di antara elite, kita berkembang 'Pak Lurah, Pak Lurah' itu menunjukkan kecintaan. Karena presiden kita itu punya public trust yang tinggi, luar biasa, sehingga di antara elite kalau nyebut 'Pak Lurah', 'Pak Lurah' kan panggilan kesayangan. Itu panggilan kesayangan," ujar Said di gdeung DPR, Rabu, 16 Agustus. 

Said juga terkejut saat mendengar pernyataan Jokowi mengenai dirinya tak punya wewenang soal nama capres dan cawapres. Menurut Said, apa yang disampaikan Jokowi saat pidato itu sekaligus merupakan klarifikasi dirinya netral.  

"Saya ini Presiden Republik Indonesia, bukan ketua umum partai'. Itu mengagetkan kita semua," kata Said.

"Dan itu menunjukkan kalau Bapak Presiden tetap berdiri kokoh sebagai presiden. Dia tidak ikut-ikut langgam partai politik karena sadar betul sebagaimana disampaikan Bapak Presiden, clear," tambahnya.

Selain istilah Pak Lurah, Jokowi juga menyinggung soal foto-fotonya yang kerap disandingkan dengan para bakal capres seperti Prabowo Subianto maupun Ganjar Pranowo. Dari sindiran itu, menurut Said, perkataan Jokowi harusnya dipercaya bahwa kepala negara tidak ikut campur dalam gelaran Pilpres 2024. 

"Apa yang disampaikan oleh Bapak Presiden dengan public trust yang tinggi sekali, tanpa keraguan kita harus percaya. Bahwa Bapak Presiden tidak akan pernah cawe-cawe (politik)," kata Said. 

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengungkap adanya penyebutan 'Pak Lurah' untuk dirinya dirinya terkait pemilihan presiden (Pilpres) 2024. Hal itu dikatakannya saat pidato di sidang tahunan MPR/DPR/DPD..

 

Semula, Jokowi mengaku tidak tahu menahu siapa yang disebut 'Pak Lurah'. Belakangan ia baru mengetahui sebutan itu merupakan kode untuk dirinya soal arahan nama calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).  

"Kita saat ini sudah memasuki tahun politik. Suasananya sudah hangat-hangat kuku dan sedang tren di kalangan politisi dan parpol. Setiap ditanya soal siapa Capres Cawapres-nya. Jawabannya: “Belum ada arahan Pak Lurah". Saya sempat mikir. Siapa “Pak Lurah” ini. Sedikit-sedikit kok Pak Lurah. Belakangan saya tahu yang dimaksud Pak Lurah itu ternyata Saya," ujar Jokowi. 

Enggan disebut sebagai 'Pak Lurah', Jokowi menegaskan posisinya sebagai presiden Republik Indonesia. Meskipun "Pak Lurah' hanya sebatas kiasan saja. 

"Ya saya jawab saja: Saya bukan lurah. Saya Presiden Republik Indonesia. Ternyata Pak Lurah itu, kode," tegasnya. 

Seolah tak mau ikut campur soal urusan Pilpres, Jokowi juga menegaskan bahwa untuk nama capres dan cawapres merupakan ranah ketua umum partai politik. 

"Tapi perlu saya tegaskan, saya ini bukan Ketua umum parpol, bukan juga Ketua koalisi partai dan sesuai ketentuan Undang Undang yang menentukan Capres dan Cawapres itu Parpol dan koalisi parpol," katanya. 

"Jadi saya mau bilang itu bukan wewenang saya, bukan wewenang Pak Lurah. Walaupun saya paham sudah nasib seorang Presiden untuk dijadikan “paten-patenan”, dijadikan alibi, dijadikan tameng," sambung Jokowi.