Bagikan:

JAKARTA - Direktur Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Ahmad Nurwakhid mengatakan aparat penegak hukum harus mengungkap jaringan dan aktor lainnya di belakang teroris berinisial DE yang ditangkap Densus 88 di Bekasi.

"Tersangka teroris di Bekasi ini terafiliasi dengan jaringan ISIS Indonesia, memiliki peran yang cukup komplet dari ideologi yang menyebarkan konten-konten teroris di media sosial, melakukan pelatihan, memiliki berbagai senjata dan perlengkapannya hingga mendanai aktivitas terorisme," kata Nurwakhid dalam keterangan tertulis dilansir ANTARA, Rabu, 16 Agustus.

Berdasarkan aktivitas DE, kata dia, pengembangan dan penelusuran lebih jauh penting untuk mengungkap aktor-aktor terlibat lainnya.

Selain itu, sosok DE ini menjadi bukti kuat akar terorisme merupakan ideologi dan pemikiran yang dapat memengaruhi seseorang, sementara faktor ekonomi, politik, dan lainnya menjadi faktor pendukung.

"Ada banyak kasus selain DE yang tercatat sebagai pegawai PT KAI ini bahwa pelaku teror berasal dari kalangan yang memiliki pendapatan menengah yang terpapar paham radikal terorisme, artinya bukan sekadar motif ekonomi, melainkan paling inti adalah keyakinan ideologis terhadap doktrin dan ajaran terorisme," ujarnya.

Menurut dia, sangat penting untuk memahami bahwa terorisme bukan tujuan, melainkan alat dari gerakan politik bermotif ideologi yang ingin mengganti tatanan sosial politik yang ada.

Nurwakhid mengatakan pemikiran terorisme ibarat virus yang bisa memengaruhi siapa pun dan dari kalangan mana pun.

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam kasus DE, lanjut dia, adalah soal infiltrasi kelompok teroris yang mudah masuk dalam lingkungan kerja, baik pemerintahan maupun swasta. Sebagaimana keterangan awal yang disampaikan pihak Polri, DE masuk di PT KAI setelah terpapar paham radikal terorisme.

BNPT menekankan profiling dan assessment pegawai sangat penting sejak awal masuk di lingkungan kerja.

BNPT akan terus mengembangkan alat deteksi dini dan asesmen yang bisa diterapkan di lingkungan kerja agar masyarakat maupun pemerintah tidak mudah terinfiltrasi aktor dan jaringan terorisme.

"Tidak hanya persoalan kecakapan dan kompetensi pekerjaan, kita juga harus aware terhadap mental dan ideologi seseorang dalam menerima pegawai, terutama di lingkungan pemerintahan, apalagi yang menduduki jabatan strategis," pungkasnya.