JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan siapapun yang ikut membantu tersangka kasus korupsi pengadaan KTP Elektronik atau e-KTP, Paulus Tannos mengganti identitas bakal dijerat. Mereka dianggap menggagalkan penangkapan buronan karena perbuatannya.
"Kalau dari sisi apakah itu menghalangi proses penyidikan, kan nyatanya tim penyidik tidak bisa membawa yang bersangkutan sekalipun sudah di tangan," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Kamis, 10 Agustus.
Ali menyebut tim KPK sebenarnya sudah menemukan Paulus di negara tetangga Indonesia. Hanya saja, dia tak bisa ditangkap karena identitasnya berbeda.
Padahal, saat tim itu melakukan pencocokan ciri-ciri hingga wajah orang yang ditemukan sudah sesuai dengan buronan yang dikejarnya. Tapi, KPK harus gigit jari karena Paulus sudah berganti kewarganegaraan dan nama.
"Karena memang namanya berbeda, kewarganegaraannya berbeda, tentu otoritas negara yang kami datangi dan ketika melakukan penangkapan itu tidak membolehkan untuk membawanya," jelasnya.
Lebih lanjut, temuan ini juga membuat KPK curiga dengan pihak yang ada dalam negeri. "Apakah ada pihak lain yang sengaja mengubah namanya tadi itu dan termasuk mengubah namanya juga dilakukan di dalam negeri, itu yang terus nanti kami akan dalami," tegas Ali.
Sebelumnya, KPK mengungkap Paulus Tannos sudah tak lagi memegang paspor Indonesia. Dia kini berpaspor salah satu negara di Afrika Selatan dan memiliki nama yang berbeda.
Sebagai pengingat, KPK bukan hanya mengejar Paulus Tannos. Saat ini ada buron lain yang dikejar.
BACA JUGA:
Mereka adalah Kirana Kotama yang dicari sejak 2017 karena dugaan suap pengajuan revisi alih fungsi hutan di Provinsi Riau pada 2014 kepada Kementerian Kehutanan.
Kemudian, eks caleg Harun Masiku juga masih buron. Tersangka pemberi suap ke eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan itu masih belum diketahui keberadaannya.