Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah Ekuador tengah memburu otak intelektual pembunuhan calon presiden Fernando Villavicencio, sementara polisi menyebut satu tersangka yang tewas dan enam lainnya yang ditangkap merupakan warga Kolombia, dengan FBI akan dimintai bantuan untuk menyelidiki peristiwa ini.

Penembakan fatal pada Rabu malam, kurang dari dua minggu sebelum pemilihan, telah mengirimkan gelombang kejutan ke seluruh negara Amerika Selatan, menyebabkan beberapa saingan menangguhkan kampanye.

Villavicencio, seorang kritikus vokal terhadap korupsi dan kejahatan terorganisir, tewas saat meninggalkan acara kampanye malam hari di sebuah fasilitas pendidikan di Quito utara.

Tersangka yang meninggal meninggal karena luka yang diderita dalam baku tembak, kata kantor jaksa agung pada Hari Rabu. Sembilan orang, termasuk seorang calon legislatif dan dua petugas polisi, terluka, tambahnya.

Tersangka yang tewas telah ditangkap atas tuduhan senjata pada Bulan Juli, kata pemerintah pada Hari Kamis, menambahkan bahwa enam orang yang ditahan adalah anggota kelompok kejahatan terorganisir. Kantor pers polisi mengonfirmasi kewarganegaraan mereka pada Kamis sore.

"Polisi nasional sekarang telah melakukan penangkapan pertama terhadap para tersangka, yang diduga sebagai pelaku dari peristiwa keji ini dan akan menggunakan semua kapasitas operasi dan investigasi mereka, untuk menemukan motif kejahatan ini dan otak intelektualnya," kata Menteri Dalam Negeri Juan Zapata kepada para wartawan, melansir Reuters 11 Agsutus.

Sementara itu, Presiden Guillermo Lasso mengatakan kejahatan itu jelas merupakan upaya untuk menyabotase pemilihan mendatang. Tetapi, Ia menegaskan pemungutan suara akan berjalan sesuai rencana pada 20 Agustus, meskipun di tengah keadaan darurat nasional.

Presiden Dewan Pemilihan Diana Atamaint juga memastikan, Pemilihan Presiden Ekuador juga akan tetap berlangsung sesuai rencana, seperti mengutip CNN.

Presiden Lasso, yang mengumumkan tiga hari berkabung, mengatakan telah meminta bantuan Biro Investigasi Federal AS untuk penyelidikan peristiwa tersebut.

"Saya telah meminta dukungan dari FBI untuk penyelidikan pembunuhan calon presiden Fernando Villavicencio Valencia. Badan Investigasi dan Intelijen Federal AS menerima permintaan kami dan dalam beberapa jam ke depan sebuah delegasi akan tiba," cuitnya di Twitter.

Selain meminta FBI dan mengumumkan tiga hari berkabung, Presiden Lasso juga telah mengumumkan keadaan darurat selama 60 hari dan mobilisasi angkatan bersenjata di seluruh negeri.

Senada dengan hal itu, Menteri Pertahanan Luis Lara mengatakan, angkatan bersenjata dikerahkan ke seluruh negeri dan akan tetap dikerahkan sampai akhir proses pemilihan.

"Warga memiliki jaminan bahwa angkatan bersenjata akan memberikan keamanan yang diperlukan untuk pelaksanaan pemungutan suara, pemungutan suara Ekuador akan menjadi respons terbaik terhadap mafia dan sekutunya," katanya.

Diketahui, kekerasan di Ekuador telah melonjak dalam beberapa tahun terakhir, terutama di kota-kota di sepanjang rute penyelundupan narkoba seperti Guayaquil dan Esmeraldas, di mana warga mengatakan mereka hidup dalam ketakutan.

Ada 3.500 kematian akibat kekerasan di Ekuador pada paruh pertama tahun ini, menurut angka polisi, dengan hampir setengahnya terjadi di kota terbesar, Guayaquil.