JAKARTA - Penyelesaian damai di Ukraina hanya mungkin terjadi jika Kyiv menghentikan permusuhan dan serangan teroris, kata Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Mikhail Galuzin Hari Kamis.
"Atas nama kami, kami terus mempertahankan pendirian prinsip kami bahwa penyelesaian yang komprehensif, berkelanjutan dan adil hanya mungkin jika rezim Kyiv menghentikan permusuhan dan serangan teroris, sementara para sponsor Baratnya berhenti memompa militer Ukraina dengan senjata," kata Galuzin dalam sebuah wawancara dengan TASS, seperti dikutip 10 Agustus.
"Dasar-dasar asli kedaulatan Ukraina - netralitasnya, kepatuhannya pada non-blok dan status non-nuklirnya - harus dikukuhkan untuk mencapai penyelesaian (konflik) ini," lanjut diplomat tersebut.
"Realitas teritorial yang baru harus diakui, demiliterisasi dan denazifikasi Ukraina serta hak-hak warga negara yang berbahasa Rusia dan minoritas nasionalnya harus dipastikan sesuai dengan persyaratan hukum internasional," pungkas Galuzin.
Diberitakan sebelumnya, Presiden Vladimir Putin mengatakan Rusia tidak pernah menolak pembicaraan dengan Ukraina, dengan Kementerian Luar Negeri telah menerima 30 inisiatif perdamaian terkait konflik kedua negara.
Mengenai pertanyaan untuk memulai pembicaraan damai, Ia mengatakan, "Kami tidak menolaknya... Agar proses ini dapat dimulai, perlu ada kesepakatan dari kedua belah pihak," jelas Presiden Putin, seperti melansir Reuters.
Terpisah, juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova mengatakan di sela-sela KTT Rusia-Afrika, Kremlin menerima sekitar 30 inisiatif perdamaian untuk penyelesaian konflik Ukraina, melalui jalur resmi maupun tidak.
Seperti halnya Presiden Putin, Zakharova menekankan Rusia tidak pernah menolak negosiasi mengenai penyelesaian konflik Ukraina.
"Bahkan ketika kami memahami (negosiasi) itu tidak mungkin membawa nilai tambah, tetapi kami selalu memberikan kesempatan seperti itu kepada para mitra atau situasi secara umum," jelasnya.
BACA JUGA:
Lebih lanjut, Zakharova menyoroti langkah Kyiv untuk menarik diri dari negosiasi yang mereka minta pada April 2022 lalu.
"Beberapa putaran terjadi dan kemudian mereka berhenti menanggapi dokumen dan materi yang kami kirimkan atas permintaan mereka. Dan pada bulan September, mereka sendiri secara hukum dilarang untuk bernegosiasi dengan negara kami," urainya.
Diketahui, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky telah menolak gagasan gencatan senjata yang akan membuat Rusia menguasai hampir seperlima wilayah negaranya, memberikan waktu bagi pasukannya untuk berkumpul kembali saat perang memasuki bulan ke-18.