Buat Laporan Pembayaran Palsu, 3 ASN Bukittinggi Jadi Tersangka Korupsi Pengelolaan Gedung Pasar Atas

SUMBAR - Tiga orang Aparatur Sipil Negara (ASN) jadi tersangka kasus dugaan korupsi pengelolaan Gedung Pasar Atas tahun anggaran 2020-2021.

Selain unsur ASN, empat karyawan swasta dari rekanan proyek juga menyandang status tersangka dalam kasus ini.

"Untuk tersangka ada tiga ASN Pemkot Bukittinggi dan empat swasta terkait fasilitasi pengelolaan Gedung Pasar Atas. Kerugian negara mencapai Rp 811 juta," kata Kepala Seksi (Kasi) Intel Kejaksaan Negeri (Kajari) Kota Bukittinggi Win Iskandar di Bukittinggi, Sumatera Barat (Sumbar), Rabu 9 Agustus, disitat Antara.

Adapun ketiga ASN yang dimaksud masing-masing berinisial AL, HR dan RY.

Sementara untuk empat pekerja swasta yang juga dari perusahaan pemegang kontrak kini berstatus tersangka berinisial RO, JF, YY dan SH.

Para tersangka terancam melanggar Pasal 2 ayat 1 subsider ayat 3 jo pasal 18 UU tipikor dengan ancamannya maksimal 20 tahun penjara.

Ia mengatakan modus para tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan Gedung Pasar Atas yang berada di area Jam Gadang dengan cara membuat laporan pembayaran palsu.

"Juga dengan cara kegiatan pembelanjaan barang yang dipalsukan, membuat laporan jumlah pegawai tidak sesuai pengeluaran gaji dan tidak melakukan pembayaran BPJS. Saat ini masih dalam proses penyidikan," katanya.

Saat ini para tersangka belum ditahan. Kejari masih melakukan kelengkapan berkas, pemeriksaan saksi dan penyitaan.

Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Bukittinggi Dasmer mengatakan kasus ini terungkap dari adanya laporan masyarakat tentang Pasar Atas di beberapa tahun sebelumnya.

"Kami memulai penyelidikan pada April 2022, sekitar 80 orang dari semua pihak terkait sudah diperiksa sebagai saksi. Penahanan nanti dapat dilakukan terkait dengan kepentingan perkara dan pertimbangan penyidik, saat ini masih ada tahap yang dilalui, proses masih jalan," katanya.

Dalam penyelidikannya, Kejari menyebut pengelolaan Gedung Pasar Atas dikerjakan oleh tiga perusahaan di 2020 dan 2021.

"Kontraknya melalui tender cepat di 2020 nilai kontrak satu perusahaan Rp 1,528 miliar, di 2021 ada dua perusahaan dengan nilai masing-masing Rp 195 juta dan Rp 2,647 Miliar," katanya.

Pihaknya telah berkoordinasi dengan Pemerintah Kota Bukittinggi terkait telah ditetapkannya tiga ASN sebagai tersangka.

"Kami dari penyidik tidak memiliki kewajiban untuk koordinasi dengan pihak Pemkot. Tapi secara informal sudah ada koordinasi. Kami tidak mau ada intervensi tentunya, kebijakan administrasi pegawai ada di Pemkot Bukittinggi," ujarnya.

Sementara itu, Sekretaris Daerah Kota (Sekdako) Bukittinggi Martias Wanto menegaskan Pemerintah Kota Bukittinggi mendukung upaya hukum yang dilakukan Kejari Bukittinggi dan memerintahkan ASN yang terlibat bersikap kooperatif.

"Kita tetap menganut praduga tidak bersalah dan proses hukum wajib dipatuhi dengan baik sesuai arahan wali kota agar ketiga ASN tersebut agar tetap kooperatif sampai kasus ini tuntas," tandasnya.